Saturday, December 24, 2016

Naif Tingkat Dewa

Munculnya fatwa yang melarang kaum muslim untuk mengenakan atribut Natal, seperti topi Santa dll, yang kemudian disusul dengan aksi sweeping, telah menginspirasi penulis
untuk menggoreskan puisi yang berjudul "Naif Tingkat Dewa".
Natal acap kali dipersepsikan secara keliru, bahkan oleh kaum yang mengaku dirinya Kristen.
Santa Calus dan segala pernak-perniknya bukanlah bagian dari Natal sejati.
Salah besar bila semua benda fana itu dianggap sebagai atribut sakral keagamaan
Substansi inilah yang penulis kemukakan dalam puisi berikut.
Selamat Natal untuk Anda yang merayakannya. Soli Deo Gloria!


Naif Tingkat Dewa

Oleh Budianto Sutrisno


Desember sejuk di negeri cincin api
jadi menghangat suhunya oleh lahar angkara
gara-gara topi santa yang dikira atribut agama ’tuk sambut natal
muncullah fatwa pujangga yang melarang muslim kenakan yang dikira atribut sakral
muncul pula sweeping dari kelompok religi berjubah
bertingkah bak punggawa keamanan negeri
maunya rampas atribut yang dikira bisa rontokkan iman
entahlah, itu iman atau daun kering yang gampang terbang tertiup angin

Sejak kukecil, guru-guru arifku mengajar makna natal sejati
natal adalah kelahiran bayi suci
bayi yang dijanjikan untuk jadi Juruselamat dunia
bayi yang rela turun dari surga mulia ke kandang hina
bayi nirdosa yang tulus tinggal bersama manusia sarat dosa
atribut kelahiran-Nya adalah palungan sederhana
di bawah naungan gemerlap sejuta bintang di angkasa
diiringi gita surga yang dikumandangkan oleh balatentara malaikat
para gembala di padang takjub menyaksikannya
lalu para majus bersujud persembahkan emas, kemenyan, dan mur
lah, santa claus mana?
tak ada yang namanya santa claus, apalagi topi merahnya
singkatnya, santa dan topinya tak ada kaitan dengan natal sejati
topi merah itu sekadar barang dagangan
rekayasa para penjual yang tahu menangguk untung di musim hoki
bagian pernak-pernik yang siapa saja bisa punya
asal dibeli sesuai harga
tapi hati picik memang gampang terbakar
apalagi jika disiram minyak iri hati dan dengki

Saudaraku, janganlah naïf tingkat dewa
topi santa bukanlah atribut keagamaan
topi itu bagian dari semangat bisnis cari untung
yang berkibar dengan tiupan semangat kapitalisme
dan digelorakan oleh gaya hidup penganut borjuisme
terlalu dangkal bila dikaitkan dengan iman
santa claus-nya sendiri hanyalah kakek gendut sarat kolesterol
yang piawai kumandangkan ‘ho… ho… ho…” sambil tebar hadiah tanpa banderol
kalau percaya itu bagian yang bisa rontokkan iman
ya itulah pertanda masih bercokol pikiran bocah yang suka memburu hadiah
pertanda pikiran dangkal yang suka pada kisah bual
klakson otaknya berbunyi "om tulalit om"

Oh, ya… izinkan kuberitahu hal yang sangat penting
bayi natal itu tak bagi-bagi hadiah
layaknya santa claus yang bangga diburu bocah
bayi natal itu berikan diri-Nya sendiri
sehingga orang percaya beroleh damai sejahtera dan sukacita
permata berharga yang tak bisa dirampas oleh perampok ganas
apalagi oleh sweeping garing


***


No comments:

Post a Comment