Munculnya fatwa yang melarang kaum muslim untuk mengenakan atribut Natal, seperti topi Santa dll, yang kemudian disusul dengan aksi sweeping, telah menginspirasi penulis
untuk menggoreskan puisi yang berjudul "Naif Tingkat Dewa".
Natal acap kali dipersepsikan secara keliru, bahkan oleh kaum yang mengaku dirinya Kristen.
Santa Calus dan segala pernak-perniknya bukanlah bagian dari Natal sejati.
Salah besar bila semua benda fana itu dianggap sebagai atribut sakral keagamaan
Substansi inilah yang penulis kemukakan dalam puisi berikut.
Selamat Natal untuk Anda yang merayakannya. Soli Deo Gloria!
Naif Tingkat Dewa
Oleh Budianto Sutrisno
Desember
sejuk di negeri cincin api
jadi
menghangat suhunya oleh lahar angkara
gara-gara
topi santa yang dikira atribut agama ’tuk sambut natal
muncullah
fatwa pujangga yang melarang muslim kenakan yang dikira atribut sakral
muncul
pula sweeping dari kelompok religi
berjubah
bertingkah
bak punggawa keamanan negeri
maunya
rampas atribut yang dikira bisa rontokkan iman
entahlah,
itu iman atau daun kering yang gampang terbang tertiup angin
Sejak
kukecil, guru-guru arifku mengajar makna natal sejati
natal
adalah kelahiran bayi suci
bayi
yang dijanjikan untuk jadi Juruselamat dunia
bayi
yang rela turun dari surga mulia ke kandang hina
bayi
nirdosa yang tulus tinggal bersama manusia sarat dosa
atribut
kelahiran-Nya adalah palungan sederhana
di
bawah naungan gemerlap sejuta bintang di angkasa
diiringi
gita surga yang dikumandangkan oleh balatentara malaikat
para
gembala di padang takjub menyaksikannya
lalu
para majus bersujud persembahkan emas, kemenyan, dan mur
lah,
santa claus mana?
tak
ada yang namanya santa claus, apalagi topi merahnya
singkatnya,
santa dan topinya tak ada kaitan dengan natal sejati
topi
merah itu sekadar barang dagangan
rekayasa
para penjual yang tahu menangguk untung di musim hoki
bagian
pernak-pernik yang siapa saja bisa punya
asal
dibeli sesuai harga
tapi
hati picik memang gampang terbakar
apalagi
jika disiram minyak iri hati dan dengki
Saudaraku,
janganlah naïf tingkat dewa
topi
santa bukanlah atribut keagamaan
topi
itu bagian dari semangat bisnis cari untung
yang
berkibar dengan tiupan semangat kapitalisme
dan digelorakan oleh gaya hidup penganut borjuisme
terlalu
dangkal bila dikaitkan dengan iman
santa
claus-nya sendiri hanyalah kakek gendut sarat kolesterol
yang
piawai kumandangkan ‘ho… ho… ho…”
sambil tebar hadiah tanpa banderol
kalau
percaya itu bagian yang bisa rontokkan iman
ya
itulah pertanda masih bercokol pikiran bocah yang suka memburu hadiah
pertanda
pikiran dangkal yang suka pada kisah bual
klakson otaknya berbunyi "om tulalit om"
klakson otaknya berbunyi "om tulalit om"
Oh,
ya… izinkan kuberitahu hal yang sangat penting
bayi
natal itu tak bagi-bagi hadiah
layaknya
santa claus yang bangga diburu bocah
bayi
natal itu berikan diri-Nya sendiri
sehingga
orang percaya beroleh damai sejahtera dan sukacita
permata
berharga yang tak bisa dirampas oleh perampok ganas
apalagi
oleh sweeping garing
***
No comments:
Post a Comment