Friday, December 2, 2016

Kisah Pak Dhe-ku dan Payungnya

Peristiwa yang terjadi di kawasan Monas, di tengah suasana hujan yang cukup lebat 
pada hari ini, tak menghalangi Presiden Jokowi bersama sejumlah pejabat, untuk melakukan
doa bersama dan memberikan salam hangat kepada ratusan ribu orang yang hadir.
Peristiwa ini telah mengilhami saya untuk menuliskan puisi berjudul
"Kisah Pak Dhe-ku dan Payungnya".
Silakan menikmatinya.


Kisah Pak Dhe-ku dan Payungnya

Oleh Budianto Sutrisno

Sejak kepergian ayahku bertahun lalu
Pak Dhe-lah yang jadi pengganti ayahku
aku sayang kepadanya, demikian juga dia kepadaku
sekalipun wajahnya tak rupawan seperti bintang film dan sinetron
hatinya baik, bahkan sangat baik
itulah yang mungkin membuat Bu Dhe-ku kepincut kepadanya
”wajah rupawan tak jamin hati yang setia, jujur, dan saleh”
ujar Pak Dhe sewaktu dilantik jadi lurah
nasihat itu terus kugenggam erat
seerat genggaman Pak Dhe pada payung biru besar kesayangannya

Kala hatiku gundah dan gelisah
Pak Dhe sabar memberikan wejangan dan nasihat
, jangan larut dalam kesedihan, masih ada hari esok yang benderang,”
suara Pak Dhe kalem sambil mengusap payung biru kesayangannya
aku pun merasa nyaman dengan panggilan tholé oleh Pak Dhe
aku sadar dan bangga dengan ke-ndeso-anku
”kamu harus bangkit, kerja, kerja, dan kerja
tugas hidup itu berkarya bagi sesama”
aku cuma menunduk sambil memandang payung biru yang dielusnya
rada malu aku menanggapinya
”ya, benar, tapi mengapa Pak Dhe selalu membawa payung biru?”
Pak Dhe menjawab dengan tawa khasnya yang renyah
gini ya, , kita ini tak tahu kapan hari akan hujan atau panas terik
kita mesti sedia payung pelindung, sederhana saja, Le
”tapi mengapa mesti berwarna biru dan berukuran besar?”
tanyaku penasaran
”oh itu… ini payung warisan lurah terdahulu
masih bagus; tak perlu beli baru
hidup itu sing samadyo, yang sederhana, ndak usah neko-neko
”ukurannya kok super?” timpalku penasaran
Loh, yang perlu perlindungan itu kan orang banyak
kita ini berbineka, banyak ragamnya, tak boleh pilih kasih
payung ini pengingat bagi Pak Dhe untuk melayani banyak orang
bukan melayani diri sendiri atau keluarga sendiri
kalau payung biru sudah tergenggam erat,
seluruh rakyat bakal terayomi
biru itu warna teduh
mampu menyejukkan hati yang iri, dengki, dan panas
bahkan gerombolan kuda liar pun akan ikut jadi tenang dan terkendali
intinya, kekerasan jangan dilawan dengan kekerasan
tetapi ditaklukkan dengan kelembutan"
Pak Dhe menjelaskan sambil menakikkan lesung di pipinya
aku pun mengangguk sambil tersenyum simpul
pikiranku menerawang bak filsuf di negeri atas awan

Pak Dhe-ku memang pintar dan bijaksana
orang sekelurahan mengagumi prestasi dan kejujurannya
aku bangga punya Pak Dhe seperti beliau
Pak Dhe-ku sayang, kau ’kan makin disayang


***



No comments:

Post a Comment