Peristiwa yang terjadi di kawasan Monas, di tengah suasana hujan yang cukup lebat
pada hari ini, tak menghalangi Presiden Jokowi bersama sejumlah pejabat, untuk melakukan
doa bersama dan memberikan salam hangat kepada ratusan ribu orang yang hadir.
Peristiwa ini telah mengilhami saya untuk menuliskan puisi berjudul
"Kisah Pak Dhe-ku dan Payungnya".
Silakan menikmatinya.
Kisah Pak Dhe-ku dan Payungnya
Oleh Budianto Sutrisno
Sejak kepergian ayahku bertahun
lalu
Pak Dhe-lah yang jadi pengganti
ayahku
aku sayang kepadanya, demikian juga
dia kepadaku
sekalipun wajahnya tak rupawan
seperti bintang film dan sinetron
hatinya baik, bahkan sangat baik
itulah yang mungkin membuat Bu Dhe-ku
kepincut kepadanya
”wajah rupawan tak jamin hati yang
setia, jujur, dan saleh”
ujar Pak Dhe sewaktu dilantik jadi
lurah
nasihat itu terus kugenggam erat
seerat genggaman Pak Dhe pada payung
biru besar kesayangannya
Kala hatiku gundah dan gelisah
Pak Dhe sabar memberikan wejangan
dan nasihat
”Lé, jangan larut dalam kesedihan, masih ada hari esok yang
benderang,”
suara Pak Dhe kalem sambil mengusap
payung biru kesayangannya
aku pun merasa nyaman dengan
panggilan tholé oleh Pak Dhe
aku sadar dan bangga dengan ke-ndeso-anku
”kamu harus bangkit, kerja, kerja,
dan kerja
tugas hidup itu berkarya bagi sesama”
aku cuma menunduk sambil memandang payung
biru yang dielusnya
rada malu aku menanggapinya
”ya, benar, tapi mengapa Pak Dhe selalu
membawa payung biru?”
Pak Dhe menjawab dengan tawa khasnya
yang renyah
”gini ya, Lé, kita ini tak
tahu kapan hari akan hujan atau panas terik
kita mesti sedia payung pelindung,
sederhana saja, Le”
”tapi mengapa mesti berwarna biru
dan berukuran besar?”
tanyaku penasaran
”oh itu… ini payung warisan lurah
terdahulu
masih bagus; tak perlu beli baru
hidup itu sing samadyo, yang sederhana, ndak usah neko-neko”
”ukurannya kok super?” timpalku penasaran
”Loh, yang perlu perlindungan itu kan orang banyak
kita ini berbineka, banyak ragamnya, tak boleh pilih kasih
kita ini berbineka, banyak ragamnya, tak boleh pilih kasih
payung ini pengingat bagi Pak Dhe
untuk melayani banyak orang
bukan melayani diri sendiri atau
keluarga sendiri
kalau payung biru sudah tergenggam
erat, Lé
seluruh rakyat bakal terayomi
biru itu warna teduh
mampu menyejukkan hati yang iri, dengki, dan panas
biru itu warna teduh
mampu menyejukkan hati yang iri, dengki, dan panas
bahkan gerombolan kuda liar pun akan ikut jadi tenang dan terkendali
intinya, kekerasan jangan dilawan dengan kekerasan
tetapi ditaklukkan dengan kelembutan"
intinya, kekerasan jangan dilawan dengan kekerasan
tetapi ditaklukkan dengan kelembutan"
Pak Dhe menjelaskan sambil menakikkan lesung di pipinya
aku pun mengangguk sambil tersenyum
simpul
pikiranku menerawang bak filsuf di negeri
atas awan
Pak Dhe-ku memang pintar dan
bijaksana
orang sekelurahan mengagumi
prestasi dan kejujurannya
aku bangga punya Pak Dhe seperti
beliau
Pak Dhe-ku sayang, kau ’kan makin
disayang
***
No comments:
Post a Comment