Saturday, December 24, 2016

Naif Tingkat Dewa

Munculnya fatwa yang melarang kaum muslim untuk mengenakan atribut Natal, seperti topi Santa dll, yang kemudian disusul dengan aksi sweeping, telah menginspirasi penulis
untuk menggoreskan puisi yang berjudul "Naif Tingkat Dewa".
Natal acap kali dipersepsikan secara keliru, bahkan oleh kaum yang mengaku dirinya Kristen.
Santa Calus dan segala pernak-perniknya bukanlah bagian dari Natal sejati.
Salah besar bila semua benda fana itu dianggap sebagai atribut sakral keagamaan
Substansi inilah yang penulis kemukakan dalam puisi berikut.
Selamat Natal untuk Anda yang merayakannya. Soli Deo Gloria!


Naif Tingkat Dewa

Oleh Budianto Sutrisno


Desember sejuk di negeri cincin api
jadi menghangat suhunya oleh lahar angkara
gara-gara topi santa yang dikira atribut agama ’tuk sambut natal
muncullah fatwa pujangga yang melarang muslim kenakan yang dikira atribut sakral
muncul pula sweeping dari kelompok religi berjubah
bertingkah bak punggawa keamanan negeri
maunya rampas atribut yang dikira bisa rontokkan iman
entahlah, itu iman atau daun kering yang gampang terbang tertiup angin

Sejak kukecil, guru-guru arifku mengajar makna natal sejati
natal adalah kelahiran bayi suci
bayi yang dijanjikan untuk jadi Juruselamat dunia
bayi yang rela turun dari surga mulia ke kandang hina
bayi nirdosa yang tulus tinggal bersama manusia sarat dosa
atribut kelahiran-Nya adalah palungan sederhana
di bawah naungan gemerlap sejuta bintang di angkasa
diiringi gita surga yang dikumandangkan oleh balatentara malaikat
para gembala di padang takjub menyaksikannya
lalu para majus bersujud persembahkan emas, kemenyan, dan mur
lah, santa claus mana?
tak ada yang namanya santa claus, apalagi topi merahnya
singkatnya, santa dan topinya tak ada kaitan dengan natal sejati
topi merah itu sekadar barang dagangan
rekayasa para penjual yang tahu menangguk untung di musim hoki
bagian pernak-pernik yang siapa saja bisa punya
asal dibeli sesuai harga
tapi hati picik memang gampang terbakar
apalagi jika disiram minyak iri hati dan dengki

Saudaraku, janganlah naïf tingkat dewa
topi santa bukanlah atribut keagamaan
topi itu bagian dari semangat bisnis cari untung
yang berkibar dengan tiupan semangat kapitalisme
dan digelorakan oleh gaya hidup penganut borjuisme
terlalu dangkal bila dikaitkan dengan iman
santa claus-nya sendiri hanyalah kakek gendut sarat kolesterol
yang piawai kumandangkan ‘ho… ho… ho…” sambil tebar hadiah tanpa banderol
kalau percaya itu bagian yang bisa rontokkan iman
ya itulah pertanda masih bercokol pikiran bocah yang suka memburu hadiah
pertanda pikiran dangkal yang suka pada kisah bual
klakson otaknya berbunyi "om tulalit om"

Oh, ya… izinkan kuberitahu hal yang sangat penting
bayi natal itu tak bagi-bagi hadiah
layaknya santa claus yang bangga diburu bocah
bayi natal itu berikan diri-Nya sendiri
sehingga orang percaya beroleh damai sejahtera dan sukacita
permata berharga yang tak bisa dirampas oleh perampok ganas
apalagi oleh sweeping garing


***


Thursday, December 22, 2016

Tanpa Kuminta, Kau Selalu Setia

Puisi bertajuk "Tanpa Kuminta, Kau Selalu Setia" ini menempati peringkat ke-5 dari "10 Besar"
dalam lomba cipta puisi bertema "Aku dan Ibu" yang diselenggarakan 
oleh PMII Universitas Lampung dalam rangka menyambut "Hari Ibu".
Puisi ini saya dedikasikan untuk setiap ibu yang begitu banyak jasanya
dalam menciptakan keluarga yang harmonis dan sejahtera.
Soli Deo Gloria!


Tanpa Kuminta, Kau Selalu Setia

Oleh Budianto Sutrisno


Sejak kecil, kau mengasihi dan mendidikku
kala ku dewasa, aku tetap anakmu
tetap beroleh taburan bunga kasihmu
yang harumkan setiap dahan, ranting, dan buah pohon hidupku
tetap dalam dekap hangatmu
berbagi kenangan, canda, dan sukacita

Tuhan membuatmu jadi ibu luar biasa
ibu yang menua secara usia, tetapi selalu muda ceria di hati
Dia buat senyummu secerah surya di pagi hari
Dia ciptakan hatimu seperti emas murni
Dia sematkan binar bintang di matamu
menyinarkan kasih dan sayangmu
suar yang menyala kala kususuri gelap malam kehidupan
cegah ku terantuk batu
sibakkan arah kala ku sesat jalan

Kalau aku jadi kuat, itu karena doamu
kalau aku jadi cerdas, itu karena didikanmu
kalau aku bertindak bijaksana, itu karena wejanganmu
kalau aku bahagia, itu karena teladan hidupmu
tanganmu siap terbuka untuk berikan peluk hangatmu padaku
hatimu siap mengerti kala kuperlu sahabat sejati
pandang matamu tajam menatap kala kuperlu belajar ilmu kehidupan
dukungan cinta kasih dan doa tulusmu
mengepakkan sayap rajawaliku ’tuk menembus angkasa biru
terbang melanglang, pekikkan bahana kemenangan

Semua kaulakukan tanpa kuminta
kar’na kau selalu setia
kau memang takdir Tuhan bagiku dan keluarga
harum mawar dan kemilau permata
tak pernah cukup ’tuk balas kasihmu, ibu
biarlah rajutan bait-bait puisi ini
tulus ungkapkan segala terima kasihku padamu
biarlah pelukanku menjadi kalung berharga di hatimu
terima kasih atas bakti setiamu, ibu


***



Tuesday, December 13, 2016

Air Mata Bima

Kasus masuknya gubernur non-aktif DKI ke sidang pengadilan telah menjadi sorotan dunia. 
Hati siapa tak tersentuh melihat sosok tegar itu meneteskan air mata? 
Bukan air mata minta belas kasihan atau ketakutan, 
tetapi air mata haru berpadu dengan aroma gaharu cinta kasih.
Peristiwa tersebut telah mengilhami penulis untuk menggoreskannya 
dalam sebuah puisi yang bertajuk "Air Mata Bima".
Silakan menikmatinya!


Air Mata Bima

Oleh Budianto Sutrisno

Ada harga yang harus dibayar Bima
dalam upaya mencari dan menjalankan kebenaran
terlebih kala tempuh pendakian ke gunung mulia
melewati jalan terjal berkelok berliku
penuh kerikil, batu cadas, onak, dan duri
mencebur ke dalam samudra demi memperoleh air kehidupan
yang segarkan seluruh warga

Tantangan dan fitnah keji kurawa harus ditelan
hati tak dilanda kecewa
walau segala bakti dan prestasi cuma dipandang sebelah mata
kebenaran telah diinjak oleh kebencian dan ketamakan
segala jerat dan perangkap dihalalkan
sampai masuk ke sidang pengadilan
hatinya terkoyak oleh tuduhan penistaan
kata-katanya dipelintir dan disalahartikan
hatinya perih mengingat kebaikan keluarga angkatnya
yang dikasihinya dan mengasihinya
air mata Bima berlinang
seiring duka dan air mata berjuta warga
bukan air mata mengasihani diri
bukan air mata takut penjara
melainkan air mata haru
yang berpadu dengan aroma harum
gaharu cinta kasih dalam kebinekaan
air mata yang disimpan Dia dalam kirbat suci surgawi

Air mataku pun merebak
aku hanya bisa merapal doa
agar tangan Tuhan menatangnya
agar hatinya tenang dan damai dalam pelukan-Nya
agar api semangatnya berkobar
agar dirinya dimampukan menyusuri bayang-bayang via dolorosa
jalan derita sebelum menerima mahkota mulia
bukankah Josh Groban khidmat melantunkan tembang You Raise Me Up?
Dia mengangkatmu tinggi ke gunung mulia
bukankah Ronggowarsito mendengungkan ajaran
suro diro jayaningrat lebur dening pangastuti?
segala bentuk angkara murka itu bakal sirna
oleh kelembutan dan cinta kasih
bangkitlah, dan teruskan perjuangan
Bima pantang menyerah
dan Dia membuat segala sesuatu
indah pada waktunya

***


Sunday, December 11, 2016

Home Sweet Home...

www.citramaja.com


Home Sweet Home…
Oleh Budianto Sutrisno

            Rumah indah dan mewah menjadi tak berarti bila lokasinya terletak di lingkungan yang jauh dari asri dan segar. Perumahan Citra Maja Raya memberikan keasrian lingkungan dan kesegaran udara yang Anda dambakan. Hunian yang dikenal dengan sebutan Rumah Maja ini merupakan permukiman dengan harga terjangkau di kawasan Banten. Di sini, Anda bebas hidup tenang dan sehat, jauh dari hiruk pikuk kesibukan kota besar.
            Setiap hari, Anda bebas menghirup udara segar di tengah lingkungan yang tertata indah dan rapi. Gunung dan langit biru merupakan panorama yang bisa Anda nikmati di kawasan ini. Hidup sungguh bermakna dan mengesankan di Rumah Maja.
           Bukan hanya itu! Rumah dan ruko di Citra Maja Raya merupakan investasi yang nilainya semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Kota Satelit Mandiri
          Bayangkan! Begitu memasuki kawasan Perumahan Citra Maja Raya, Anda akan disambut dengan landmark kota satelit berupa patung kawanan kuda. Simbol permukiman untuk pribadi yang dinamis seperti Anda. Tak pelak, inilah sebuah kota yang terintegrasi dengan alam yang hijau-asri dan fasilitas hunian yang nyaman.
Simbol semangat dinamika penghuni Rumah Maja.
   
       Memang, Perumahan Citra Maja Raya dirancang khusus sebagai kota satelit mandiri – dan sekaligus smart city – yang sesuai dengan laju perkembangan zaman. Anda tak perlu lagi hidup berjejal di ibu kota.  
      Untuk kemudahan Anda dalam transportasi, telah tersedia jalur kereta api komuter yang nyaman. Lengkap dengan stasiun yang modern, bersih serta lapang. Stasiun ini terintegrasi serta dekat dengan halte Transjakarta. Dan untuk semakin memudahkan akses Anda menuju ke sejumlah tempat, kawasan ini bakal dilengkapi jalur rel ganda kereta api serta elektrifikasi yang menghubungkan Maja – Rangkasbitung – Merak. Hidup semakin mudah, nyaman dan praktis di Rumah Maja. 
Stasiun dan gerbong kereta komuter yang bersih dan nyaman.
            Sejatinya, pembangunan Kota Maja ini merupakan respons kami terhadap program prioritas pembangunan 10 Kota Baru di Indonesia yang dicanangkan oleh pemerintah. Kami, Ciputra Group, merasa bangga memperoleh kehormatan untuk membangun salah satu dari 10 Kota Baru tersebut. Untuk Anda yang mendambakan permukiman modern yang sehat di tengah suasana asri, dan dirancang dengan konsep ramah lingkungan.

Banyak Pilihan
            Tersedia begitu banyak pilihan kluster untuk Anda. Mulai dari kluster mungil Tevana (RS, Lb 22/Lt 60) sampai ke kluster besar Navena (RE, Lb 42/Lt 96). Angsuran KPR-nya pun ringan;  mulai dari Rp1,25 juta/bulan sampai Rp3,4 juta/bulan.
Tersedia berbagai ukuran kluster, sesuai kebutuhan Anda.
         Belum lagi kluster untuk ruko Citra Avenue yang letaknya menghadap ke jalan boulevard. Terdiri dari dua lantai dan sangat strategis untuk menjalankan usaha Anda. Tinggal pilih ukuran mana yang sesuai dengan kebutuhan Anda. Harga mulai dengan Rp625 juta.
        Jika Anda memiliki kebutuhan istimewa, kami pun siap untuk membangun rumah idaman sesuai dengan desain dan keinginan Anda di kavling khusus. Kluster Padma siap memanjakan keinginan Anda akan rumah idaman yang nyaman dihuni untuk Anda sekeluarga. Tersedia ukuran kavling mulai dari 6 x 12 meter hingga 12 x 15 meter. Arsitek dan perancang kami siap membantu untuk mewujudkan rumah idaman Anda. Impian Anda akan rumah yang nyaman dan membuat betah penghuninya, pasti menjadi kenyataan di Perumahan Citra Maja Raya.
Rumah idaman sekaligus investasi berharga Anda.
         Sudah barang tentu, lingkungan Rumah Maja Anda ditata rapi, dilengkapi dengan taman hijau dan fasilitas umum yang menarik untuk berolahraga dan tempat bermain anak. Semuanya dirancang untuk kemudahan dan kenyamanan hidup Anda.
          Memang benar pepatah lama yang mengatakan: Home sweet home… Tak ada tempat senyaman rumah sendiri. Dan Rumah Maja adalah istana ternyaman untuk Anda sekeluarga.
       Nah, tunggu apalagi? Untuk mendapatkan informasi lebih rinci, segera hubungi bagian pemasaran kami, Juanda: +62 812 1334 3755, Lina: +62 812 18228 5736, Ade: +62 821 103 417 83, atau Revy: +62 878 8718 7128.
            Kami menunggu kehadiran Anda. Salam Rumah Maja!


***

            

Thursday, December 8, 2016

... Dan Roti pun Kuyup Mandi Hujatan

Fenomena roti pasca-peristiwa 212 menjadi berita viral. Ternyata roti bisa memiliki dampak yang
di luar dugaan. Hal ini menginpirasi penulis untuk menggoreskannya dalam 
bait-bait puisi yang bertajuk "...Dan Roti pun Kuyup Mandi Hujatan".
Silakan menikmati!


… Dan Roti pun Kuyup Mandi Hujatan

Oleh Budianto Sutrisno
Di negeri pulau kelapa
mbak elvi berlenggok seronok dan bergoyang penuh sensasi
mendendangkan tembang Mandi Madu
penuh nada merdu nan merayu
tapi di negeri misteri
mbak sari yang polos dan ayu
kuyup menggigil dengan wajah memelas sayu
diguyur caci maki sampai tuli
dicekoki gemuruh  lagu Mandi Hujatan
yang digelorakan ribuan orang
yang semula lidahnya menari
karena sajian sedap-lezat roti olahan mbak sari
tapi kini lidah dan mulut yang sama
fasih melempar sumpah serapah dan hujatan
mbak sari mencoba senyum berseri, meski hatinya ngeri
heran sungguh heran…
dari sumber air yang sama
bisa mengalir air bening segar
sekaligus juga air comberan

Negeri misteri memang menyimpan berjuta rahasia
hari ini dibilang baik, besok dibilang buruk
esok lusa jadi busuk
kalau hati senang, mbak sari dielus sayang
kalau hati berang, mbak sari keras ditendang
kemarin halal, hari ini bisa haram
batasnya setipis kulit bawang
habis bosan menista pemimpin
kini tiba giliran roti dihujat sepuas hati
gara-gara mbak sari nyatakan
kalau rotinya itu dijual resmi
boleh dikunyah di bawah terik panas asal dibayar lunas
bukan dibagikan cuma-cuma
kepada siapa saja yang lapar di jalanan
karena mbak sari itu hanyalah penjaja
bukan dinas sosial atau sosialita berhati mulia
tapi apa lacur
berita konsumsi gratis sudah telanjur
digembar-gemborkan sebagai rakhmat Sang Maha Pemberi
’gar aksi tampak sebagai perjuangan suci
ternyata ada donatur di balik aksi
karena klarifikasi mbak sari beda dengan skenario
yang beda harus dianggap seteru
meski kebenaran yang diungkapkan
sekali seteru, tetap seteru
karena hati tak pernah kenal damai
apalagi maaf dan pengampunan

Kebodohan, iri, dan dengki
adalah sumber segala misteri ngeri
dalam sekejap hati meradang, tanpa berpikir lempang
serang dulu, urusan belakangan
serbu dulu, pikir panjang tak perlu

Kalau hawa nafsu terus merajai hati
bukan tak mungkin suatu hari nanti
mandi hujatan pun bakal melanda
kawanan kuda, badak, dan sapi
salah atau benar itu soal nanti
yang penting, nafsu liar bebas dan lepas kendali
karena mereka pikir
masih hidup seribu tahun lagi

***



Kecubung Asihan

Cerpen berikut ini telah terpilih sebagai salah satu cerpen yang termasuk dalam "15 Besar"
pada sebuah lomba cipta cerpen yang diselenggarakan oleh Langgam Pustaka.
Berupa kisah asmara yang dipadukan dengan humor satiristik, dan kekonyolan 
yang semuanya bermuara pada apa yang disebut sebagai mitos.
Silakan menikmati!


Kecubung Asihan

Oleh Budianto Sutrisno



              Sejak kehadiran Larasati di toko arloji milik Prasetio, pemuda lajang ini langsung jatuh cinta kepada gadis rupawan tersebut. Gadis yang paling berprestasi di sekolahnya, SMA Harapan Baru. Meski hidup sederhana, Prasetio memiliki semangat besar untuk mempersunting gadis cantik dan pintar di kotanya.
            ”Huh… Pras, Pras… kamu ini seperti pungguk merindukan bulan,” ujar Raharjo, sahabat Pras, dengan nada sinis, ”kamu itu cuma jebolan sekolah kejuruan, berani-beraninya mendekati gadis cantik terpintar di Karanganyar ini; benar-benar ndak tahu diri, kamu!”
            ”Ah… jangan ngenyek kamu, Jo,” suara Prasetio tak kurang sinisnya, ”biar aku cuma jebolan sekolah kejuruan, aku ini pejuang ulet dan setia kepada pasangan, sesuai dengan nama pemberian ibuku.” Kali ini dada Prasetio terasa membusung penuh kebanggaan.
            ”Memang sudah berapa lama kamu kenal dia?” tanya Raharjo penasaran.
            ”Berapa lama? Yang namanya cinta sejati itu tak bergantung pada lama atau sebentarnya masa kenalan, tahuk?” sahut Prasetio dengan nada menggurui.
            ”Ya ampun… kamu bicaranya seperti filsuf dari negeri atas awan sana,” gerutu Raharjo, ”aku maklum, orang kalau sudah jatuh cinta itu memang sulit terima masukan.”
            ”Terserah, kau boleh bilang apa saja, Jo; aku kenal Larasati dua hari yang lalu ketika dia serahkan arlojinya untuk direparasi.”
            ”Oh, jadi baru dua hari, cinta kilat pada pandangan pertama, nih,” tukas Raharjo.
            ”Aku sadar, kau tak mungkin bisa merasakan apa yang kurasakan; kalau kau sudah lihat sendiri wajah cantiknya, jangan-jangan kau akan ikut jatuh cinta juga…”
            ”Maksudmu aku bakal menjadi pesaingmu untuk berebut cinta?”
            ”Tenang, Jo. Bukan begitu, maksudku. Aku hanya sekadar bercanda,” nada suara Prasetio berubah kalem, ”kau tahu di samping bermodal keuletan dan keterampilan bergaulku,
aku bakal mendapat dukungan kuat untuk merebut hati Larasati.”
            ”Dukungan kuat? Apa maksudmu?
            ”Nanti aku ceritakan setelah kuantar arloji ke rumah Larasati. Sori, sekarang masih rahasia,” sahut Prasetio dengan senyum penuh misteri.
            ”Wuih,,,, pakai special delivery, sok rahasia lagi!” gerutu Raharjo kesal.

***

            Kesokan harinya, pukul 08.00…
         Seorang lelaki bertopi dan menjinjing tas masuk ke toko arloji Prasetio. Rupanya dia telah buat janji untuk bertemu dengan pemilik toko. Tanpa banyak basa-basi, lelaki yang dipanggil Pak Alwi ini mengeluarkan isi tas hitamnya.
            ”Ini batu yang saja janjikan,” ujar Pak Alwi sambil menyodorkan sebuah cincin berbatu ungu mengilap. Warna batu cincin itu sungguh indah dan memantulkan cahaya kemilau, memadukan warna ungu tua dengan gradasi ungu muda yang sulit dijelaskan keindahannya dengan kata-kata. Ditambah lagi dengan cemlorot bintang di bagian tengah. ”Edan bener indahnya!” seru Prasetio dalam hati.
            ”Oh, ini tho yang namanya batu kecubung asihan?” decak kagum meluncur dari mulut Prasetio sambil memandang cincin ungu dengan ikatan perak itu dengan mata tak berkedip.
            ”Benar, Mas Pras. Orang Barat menyebutnya ametis, artinya tahan mabuk. Kalau minum alkohol dengan gelas ametis, dijamin ndak mabuk. Cincin ametis ini cocok untuk dikenakan Mas Pras yang lahir pada 21 Februari. Bintang Mas Pras itu Pisces, bukan?”
            ”Oh, begitu…” pandangan mata Prasetio terus terfokus kepada cincin ungu yang seolah berdaya magis penuh pikat, “bisa Mas Alwi perjelas tentang manfaatnya?”
            ”Orang yang mengenakan cincin ini akan mendapat cinta kasih dari orang-orang yang dijumpainya, mampu mempererat hubungan antarpasangan, bikin rukun rumah tangga, membuat dagangan laris-manis,” jabar Pak Alwi dengan gaya seperti tukang obat.
            ”Kalau hubungan dengan calon pasangan?” Prasetio tak bisa menutupi gejolak rasa ingin tahunya.
            ”Oh, tentu saja bisa. Apalagi kalau pasangan Mas Pras juga mengenakan ini, model terbaru untuk wanita,” ujar Pak Alwi sambil menyodorkan sebuah cincin mungil cantik berbatu kecubung asihan.
            Mata Prasetio berbinar, ”Oh, benarkah, jadi bisa saling tarik-menarik, begitu?”
            ”Benar, Mas Pras, ini pas-cok, pasti cocok untuk Mas dan pasangannya,” gaya tukang obat Pak Alwi sekarang meniru celoteh sebuah iklan televisi.
            ”Ngomong-ngomong, apakah batu ini asli, dan berapa harganya?”
            ”Dijamin asli seribu persen. Harganya sepasang 5 juta, tetapi untuk Mas Pras, ya 4 juta saja, buat langganan.”
            ”Mahal benar?” Prasetio mengernyitkan dahinya, “ndak bisa kurang?”
            ”Untuk cincin bermutu tinggi seperti ini, 4 juta itu sudah murah, Mas; bisa dikredit 4 kali bayar lagi. Di mana lagi Mas bisa dapatkan cincin sebagus ini dengan harga murah?”
            ”Baiklah, kalau tak berkhasiat, uang kembali, ya?”

***

            Hari Kasih Sayang itu tiba, seminggu sebelum ulang tahun ke-28 Prasetio.
            Prasetio tampil rapi dengan celana panjang hitam dan kemeja batik keunguan. Rambutnya model undercut, mirip pemuda perlente di ibu kota. Di jari manisnya tampak melingkar cincin kecubung asihan. Wajahnya semringah, sesekali dia bersiul kecil.
            Pemuda ini melangkahkan kakinya ke rumah Larasati untuk menyerahkan arloji yang telah direparasinya, juga memberikan hadiah kejutan kepada gadis cantik itu, dan sekaligus mengajaknya menonton film Ada Apa dengan Cinta? yang tengah diputar di Karanganyar.
            Pras sudah menelepon Laras terlebih dahulu tentang maksud kunjungannya. Si gadis pun memberikan sinyal positif. Hati pria mana yang tak akan berbunga-bunga?
            Begitu bel rumah ditekan, seorang gadis cantik membukakan pintu.
            ”Ei… Mas Prasetio, apa kabar? Silakan duduk, Mas. Arloji saya sudah ’sehat’ kembali, ya Mas,” suara gadis cantik Larasati mengalun lembut bak melodi yang membuai telinga Prasetio yang tengah kasmaran.
            ”Eh… su… sudah.. Dik Laras,” suara Prasetio agak tergagap karena hatinya terpaku erat pada kecantikan gadis yang duduk di depannya. Bergaun biru lembut, rambut tergerai sepundak, beralis tebal, dan pakai riasan tipis. Aroma wangi tubuh Laras menerpa hidung Prasetio, membuatnya nyaris lupa duduk dan mengeluarkan arloji milik Larasati untuk diserahkan  kepada yang empunya.
            ”Berapa ongkosnya, Mas?” suara Larasati terdengar renyah dengan bibir mengulum senyum manis.
            ”Ndak usah, Dik; cuma ganti per saja, kok!”
            Larasati hendak menyahut, namun Prasetio tak beri kesempatan, Ia langsung mengeluarkan kotak kecil berbentuk hati, dibungkus kertas berwarna dadu berhiaskan pita ungu, dan menukas, ”Ini bingkisan Valentine untuk Dik Laras, terimalah.”
            Sambil menerima bingkisan itu, Laras menyahut, ”Wow… saya dapat hadiah kejutan; boleh dibuka, Mas?”
            ”Mari aku bantu,” Pras membuka bungkus kado tersebut, dikeluarkannya cincin kecubung asihan itu, dan dikenakannya di jemari manis tangan kiri Laras. Tangan Pras sempat sedikit bergetar ketika ujung jemarinya menyentuh tangan lembut Laras.
            Acara berikutnya dilanjutkan dengan menikmati suasana romantis nonton berdua. Masing-masing menyimpan kenangan manis yang mungkin tak akan  terulang lagi.
            Sebulan setelah acara nonton berdua itu, Larasati pamit, karena dirinya memperoleh beasiswa untuk studi manajemen di London.
            Sambil mengusap cincin kecubungnya dan  meyakini  khasiatnya,   Pras     merelakan
kepergian Laras ke mancanegara untuk menuntut ilmu.

***

            Tiga tahun kemudian…
            Rupanya jarak tak mampu memisahkan kesetiaan Pras dalam mencintai gadis pujaannya. Lagi pula, kecubung asihan plus ribuan sms bakal mampu mempererat tali kasih di antara kedua insan. Pras hakulyakin, khasiat kecubung asihan itu bukanlah sekadar mitos.
            Siang itu, ketika Pras sedang asyik membenahi arloji seorang pelanggan, tiba-tiba terdengar sapaan renyah seorang perempuan cantik, “Selamat siang, Mas.” Perempuan itu bukan lain adalah Larasati yang tampak semakin cantik dan dewasa.
            Prasetio terkesiap dari tempat duduknya, ”Loh, katanya seminggu lagi Dik Laras baru pulang ke Indonesia!”
            ”Iya, Mas, soalnya calon suamiku minta dipercepat akad nikahnya,” wajah Larasati memerah dan tangannya mengusap cincin berlian yang telah menggantikan cincin kecubung.
            ”Calon suami, akad nikah?” Prasetio kaget setengah mati.
            ”Betul, Mas, saya sekalian mau ucapkan terima kasih atas doa dan dukungan Mas sehingga Laras bisa lulus dan bertemu calon suami yang berdarah campuran Inggris – Pakistan. Saya kenalkan, ya, Mas!”
            Laras melambaikan tangannya  ke arah seorang pemuda ganteng, tinggi besar berkulit kecoklatan, bermata biru, dan berambut sedikit ikal. Pemuda itu tengah berbahasa tarzan kepada penjaja jambu biji di depan toko. Suara Laras mengalun dari arah toko, ”Could you come here Ashton, darling?”
            ”Sure, honey,” jawab pemuda blasteran ganteng itu sambil bergegas ke arah toko.
            Kali ini Prasetio seperti disambar geledek di siang hari bolong, bumi terasa berguncang keras, matanya berkunang-kunang, dan dia jatuh tak sadarkan diri.

***

            Keesokan harinya, Pras berubah drastis. Matanya kosong, mulutnya tak henti menceracau seperti orang tak waras, ”Kecubung asihan… 4 juta… raib percuma… Laras… oh Laras… digondol cowok blasteran… oh… sungguh… kejaaam….”
            Raharjo yang ada di dekatnya hanya mengelus dada, ”Hari gini masih percaya mitos batu mestika! Ametis yang dibilang bisa cegah mabuk, eh… malah bikin kamu mabuk berat!”
            ”Nasib… mitos… keropos… cinta… oh… Laras,” ceracau Prasetio makin menjadi.
            ”Jodoh itu perlu usaha, kesehatian, dan takdir; ndak perlu mitos kecubung asihan, Bro,” rutuk Raharjo kesal, ”kalau sudah begini, makan tuh kecubung sampai perut kembung!”

*****