Friday, December 18, 2015

Setengah Dewa, Setengah Gila, dan Setengah Mati

Puisi berikut ini merupakan respons penulis terhadap hiruk pikuk dan kegaduhan yang disebabkan
oleh skandal "Papa Minta Saham".
Puisi ini merupakan cetusan hati penulis sebagai anggota masyarakat awam yang merindukan
Indonesia menjadi negara terhormat dan bangsa yang berakhlak mulia.


Setengah Dewa, Setengah Gila, dan Setengah Mati
Oleh Budianto Sutrisno


Hari-hari Buto Cakil sarat dengan pesta pora
mulutnya meracau dan meruapkan bau arak menyengat
anggap diri makhluk setengah dewa
yang bisa dan boleh berulah apa saja
demi pemuasan hasrat hati dan gejolak jiwa
bersama laskar danawa bersorak dan berjingkrak penuh lagak
ditingkah dentam tambur dan gemuruh terompet neraka
yang mengoyak gendang telinga
setengah dewa berubah jadi setengah gila

Kemewahan hidup dirasa masih belum cukup
maka dirancang komplotan durjana
’tuk menelan bukit emas dan gunung intan di timur sana
panah api dusta dan fitnah ditebarkan
bikin gaduh, bikin kacau tatanan kehidupan para jelata
digelar karpet merah kehormatan
dari pintu masuk menuju takhtanya
karena setengah dewa harus lebih megah ketimbang raja
ulah setengah dewa yang setengah gila
membuat rakyat jengkel dan geram setengah mati

Tapi sehebat-hebatnya Cakil merancang mufakat jahat
bau busuknya tercium rakyat
meski dihakimi oleh komplotan sendiri
dengan andalkan segudang harta
yang ditebar untuk langgengkan kekuasaan
garis nasib menentukan lain
dalam hitungan tiga Kamis Kliwon setelah karpet merah digulung
karpet langit telah menggulung dirinya tanpa ampun
Cakil batil lengser dari takhta

Kini, rakyat tinggal menunggu munculnya ksatria sakti Arjuna
yang bakal menumpas dan menjebloskannya dalam penjara
serta menyeret seluruh komplotan gurita danawa
’tuk bersama-sama berpesta derita di sana
biar jadi belut tumbuh sayap sekalipun
Cakil yang setengah dewa dan setengah gila
tak ’kan lolos dari jerat hukuman
Kamis Kliwon berikutnya sudah lama menanti


***
 

 

No comments:

Post a Comment