Puisi berikut ini merupakan respons penulis terhadap hiruk pikuk dan kegaduhan yang disebabkan
oleh skandal "Papa Minta Saham".
Puisi ini merupakan cetusan hati penulis sebagai anggota masyarakat awam yang merindukan
Indonesia menjadi negara terhormat dan bangsa yang berakhlak mulia.
Setengah
Dewa, Setengah Gila, dan Setengah Mati
Oleh Budianto Sutrisno
Hari-hari
Buto Cakil sarat dengan pesta pora
mulutnya
meracau dan meruapkan bau arak menyengat
anggap
diri makhluk setengah dewa
yang
bisa dan boleh berulah apa saja
demi
pemuasan hasrat hati dan gejolak jiwa
bersama
laskar danawa bersorak dan berjingkrak penuh lagak
ditingkah
dentam tambur dan gemuruh terompet neraka
yang
mengoyak gendang telinga
setengah
dewa berubah jadi setengah gila
Kemewahan
hidup dirasa masih belum cukup
maka
dirancang komplotan durjana
’tuk
menelan bukit emas dan gunung intan di timur sana
panah
api dusta dan fitnah ditebarkan
bikin
gaduh, bikin kacau tatanan kehidupan para jelata
digelar
karpet merah kehormatan
dari
pintu masuk menuju takhtanya
karena
setengah dewa harus lebih megah ketimbang raja
ulah
setengah dewa yang setengah gila
membuat
rakyat jengkel dan geram setengah mati
Tapi
sehebat-hebatnya Cakil merancang mufakat jahat
bau
busuknya tercium rakyat
meski
dihakimi oleh komplotan sendiri
dengan
andalkan segudang harta
yang
ditebar untuk langgengkan kekuasaan
garis
nasib menentukan lain
dalam
hitungan tiga Kamis Kliwon setelah karpet merah digulung
karpet
langit telah menggulung dirinya tanpa ampun
Cakil
batil lengser dari takhta
Kini,
rakyat tinggal menunggu munculnya ksatria sakti Arjuna
yang
bakal menumpas dan menjebloskannya dalam penjara
serta
menyeret seluruh komplotan gurita danawa
’tuk
bersama-sama berpesta derita di sana
biar
jadi belut tumbuh sayap sekalipun
Cakil
yang setengah dewa dan setengah gila
tak
’kan lolos dari jerat hukuman
Kamis Kliwon berikutnya sudah lama menanti
Kamis Kliwon berikutnya sudah lama menanti
***
No comments:
Post a Comment