Kebenaran selalu dimusuhi oleh kejahatan dan kebatilan. Pemimpin yang bersih, jujur
dan berani, selalu dihalangi oleh kelompok yang hanya ingin mencari keuntungan pribadi atau
kelompok sendiri. Ketamakan telah memutus urat malu para pejabat korup
dan membuat mereka mengingkari kebenaran.
Bagi mereka, keuntungan, kemakmuran, kemewahan, dan
kenikmatan hidup itu nomor satu, sedangkan kebenaran nomor seribu.
Penulis menuangkan ironi di atas dalam puisi berikut ini.
Antara
Urat Takut dan Urat Malu
Oleh Budianto Sutrisno
Siapa tak damba
sosok pemimpin yang bersih dan jujur
sosok yang tulus mengabdi
sosok yang layak jadi teladan suri
pribadi yang mengasihi rakyat dan
rela berkorban
pribadi yang cerdas dan bijaksana
insan yang kreatif dan inovatif
berhasrat menyejahterakan kaum jelata
tapi ternyata, itu semua belum
cukup
mesti ditambah dengan nyali macan
yang tak punya urat takut
melawan kejahatan dan kebatilan
menggasak para perampas hak
menghalau pengacau dan penghadang
menerjang gerombolan penentang
macan memang kasar dan galak
namun gesit dan penuh perhitungan
berani mati ’tuk capai tujuan
hidupnya adalah wujud nyata hakikat
berkat
Namun ada juga sosok pemimpin tamak
dan jahat
berjiwa tikus pengecut, bersembunyi dalam
gelap
lahap gerogoti duit rakyat
pesta pora dalam gempita
tanpa sungkan dan malu
kar’na urat malunya sudah lama
putus
mencuri tanpa ragu
merampok tanpa bimbang
maling dianggap pekerjaan mulia
Jika macan galak gesit bergerak
tikus rakus jadi kurus
tikus tamak habis dilabrak
tikus beringas tinggal ampas
tikus keji tergilas mati
Era busuk tikus sudah usai
era wangi berani macan kita mulai
jangan ragu
maju… pacu…
***