Tuesday, November 29, 2016

Matinya Nalar Sehat

Puisi bertajuk "Matinya Nalar Sehat" ini tercipta sebagai respons pribadi penulis atas
fitnah keji yang dilontarkan sementara kelompok kepada salah satu peserta pilkada.
Semuanya ini bermuara kepada kebencian yang sudah meluap, sehingga mata dan
telinga hati menjadi buta dan tuli. Fakta dijadikan fatamorgana, dan sebaliknya.


Matinya Nalar Sehat

Oleh Budianto Sutrisno


Di negeri selaksa pulau…
apa saja bisa terjadi
yang miskin mendadak bisa kaya raya
yang kurcaci bisa jadi panglima
yang tampak alim, bisa jadi yang paling lalim
yang benar jadi salah, dan sebaliknya
jangan tanya lagi bagaimana caranya

Kalau kebencian sudah merasuk jiwa
mata hati buta, telinga hati tuli
fakta nyata jadi fatamorgana
yang palsu jadi tampak asli
yang sejati dinyatakan gadungan
melihat lelaki sebagai perempuan
lalu bertanya di mana jilbabnya
entah apa yang bakal ditanya jika bertemu waria?

Ini bukan dongeng menjelang tidur
ini kisah nyata yang sulit dipercaya
entah membuat tawa, entah membawa duka
karena kebencian telah membunuh nalar sehat

Puncaknya terjadi
kala air mineral dibilang miras
minuman sehat dibilang tuak memabukkan
halal dituduh haram
hanya dilihat dari warna botolnya
yang sehijau sinar mata si tukang fitnah
equil dibaca tequila
entah salah baca, entah memang buta aksara
entah naïf, entah bodoh, para dewa pun tak tahu
entah bagaimana pula perasaan sang empunya merek
kala produk lokal yang mengglobal justru dinista
haruskah berbangga atau kecewa?
haruskah menuntut keadilan dan butuh fatwa?
yang jelas, semua berdukacita, semua berbelasungkawa
karena nalar sehat telah mati
mengiringi ulah pemfitnah keji yang tak kenal henti
menarikan tarian zombi mabuk
tanpa makna, tanpa arti

Ku hanya mampu merapal doa
‘gar kebencian segera dimusnahkan dari muka bumi
bangkainya dicampakkan ke dasar jurang maut
nalar sehat hidup kembali
dan damai pun menyambut senyum ibu pertiwi


***


No comments:

Post a Comment