Vonis hukuman penjara untuk Gubernur DKI telah membangunkan kesadaran
warga nusantara - juga warga dunia - untuk menuntut keadilan yang lurus jujur, bukan
bengkok dan timpang.
Keadaran ini diiikuti oleh gerakan menyalakan beribu, bahkan berjuta lilin
di sejumlah kota, baik di dalam negeri mapun mancanegara.
Hal ini telah menginspirasi penulis untuk menuangkannya dalam puisi berikut.
Soli Deo Gloria!
Pijar yang Nyalakan Dunia
Oleh Budianto Sutrisno
Malam
yang berselimut gelap itu terusir pergi
gulita
berjingkat selinap cari tempat sembunyi
kar’na
beribu, berjuta lilin berpendar pijar
dinyalakan
oleh lautan manusia di banyak kota
bukan
saja di seluruh pelosok nusantara
melainkan
juga merambah ke mancanegara
setiap
pijar lilin adalah pijar nurani yang damba kebenaran dan keadilan
Beribu
dan berjuta lilin menyala menjadi tanda
beribu
dan berjuta nurani telah terusik
oleh
ketidakadilan yang menimpa sosok jujur pembasmi kebatilan
beribu
dan berjuta lilin berpijar menjadi isyarat
bahwa
hukum telah direkayasa untuk kepentingan orang berharta
bahwa
ada pengkianat yang haus kuasa dunia fana
sampai
badan dunia pun tergerak hatinya
seluruh
isi buana serempak bergerak
kalau kita sendiri hanya berdiam diri
kalau kita sendiri hanya berdiam diri
mau
ke mana lagi kita menaruh muka?
Mulut
bisa dibungkam, tangan bisa diborgol, kaki bisa dipasung
tapi
nurani ’kan terus pancarkan benderangnya
nurani
yang sadar bahwa kebinekaan itu perlu toleransi
dan
benih toleransi adalah cinta kasih, belas kasihan, dan kepedulian
hanya
dengan toleransi kita paham dan terima perbedaan antarsesama
kita
jaga benih itu ’gar bebas lilit belit impit ketakutan serta kebodohan
yang
hanya jadi algojo kejam bagi benih murni toleransi
ingatlah,
toleransi harus bebas bernapas dalam pluralisme yang niscaya
Kala
penjaga keadilan justru mempermainkan pedang dewi justitia
kala
penutup matanya telah direnggut begitu saja
keputusan
jadi timpang dan pilih bulu
toleransi
sudah terhunjam dan lumat tercincang
salah
paham ayat-ayat suci jadi pembenaran baku
penjaga
keadilan jadi penjagal orang benar
Wahai
tuan-tuan hakim, di manakah muliamu
jika
matamu berona hijau mendapat iming-ining hadiah naik pangkat
tetapi
buta ketika memberikan keputusan?
ketamakanmu
telah picu hatimu untuk keliru ketuk palu
apa
daya, nasi sudah menjadi bubur
kau
’kan tuai sendiri benih cemar yang kau tabur
mimpi-mimpi
buruk ’kan hantui setiap tidurmu
meski
kau mungkiri dan cuci tangan seribu kali
sejarah
’kan torehkan namamu dengan tinta lumpur hitam bin kotor
hitam
sehitam-hitamnya, kotor sekotor-kotornya
dan
dia yang benar tapi kau aniaya
namanya
'kan tertoreh dengan tinta emas paling kemilau dalam sejarah dunia
karya dan
jasanya dinikmati seantero warga
keberaniannya
akan membakar semangat anak bangsa
semuanya 'kan dikenang sepanjang masa
semuanya 'kan dikenang sepanjang masa
***
No comments:
Post a Comment