Thursday, May 11, 2017

Pijar yang Nyalakan Dunia

 Vonis hukuman penjara untuk Gubernur DKI telah membangunkan kesadaran 
warga nusantara - juga warga dunia - untuk menuntut keadilan yang lurus jujur, bukan 
bengkok dan timpang.
Keadaran ini diiikuti oleh gerakan menyalakan beribu, bahkan berjuta lilin
di sejumlah kota, baik di dalam negeri mapun mancanegara.
Hal ini telah menginspirasi penulis untuk menuangkannya dalam puisi berikut.
Soli Deo Gloria!


Pijar yang Nyalakan Dunia

Oleh Budianto Sutrisno


Malam yang berselimut gelap itu terusir pergi
gulita berjingkat selinap cari tempat sembunyi
kar’na beribu, berjuta lilin berpendar pijar
dinyalakan oleh lautan manusia di banyak kota
bukan saja di seluruh pelosok nusantara
melainkan juga merambah ke mancanegara
setiap pijar lilin adalah pijar nurani yang damba kebenaran dan keadilan

Beribu dan berjuta lilin menyala menjadi tanda
beribu dan berjuta nurani telah terusik
oleh ketidakadilan yang menimpa sosok jujur pembasmi kebatilan
beribu dan berjuta lilin berpijar menjadi isyarat
bahwa hukum telah direkayasa untuk kepentingan orang berharta
bahwa ada pengkianat yang haus kuasa dunia fana
sampai badan dunia pun tergerak hatinya
seluruh isi buana serempak bergerak
kalau kita sendiri hanya berdiam diri
mau ke mana lagi kita menaruh muka?

Mulut bisa dibungkam, tangan bisa diborgol, kaki bisa dipasung
tapi nurani ’kan terus pancarkan benderangnya
nurani yang sadar bahwa kebinekaan itu perlu toleransi
dan benih toleransi adalah cinta kasih, belas kasihan, dan kepedulian
hanya dengan toleransi kita paham dan terima perbedaan antarsesama
kita jaga benih itu ’gar bebas lilit belit impit ketakutan serta kebodohan
yang hanya jadi algojo kejam bagi benih murni toleransi
ingatlah, toleransi harus bebas bernapas dalam pluralisme yang niscaya

Kala penjaga keadilan justru mempermainkan pedang dewi justitia
kala penutup matanya telah direnggut begitu saja
keputusan jadi timpang dan pilih bulu
toleransi sudah terhunjam dan lumat tercincang
salah paham ayat-ayat suci jadi pembenaran baku
penjaga keadilan jadi penjagal orang benar

Wahai tuan-tuan hakim, di manakah muliamu
jika matamu berona hijau mendapat iming-ining hadiah naik pangkat
tetapi buta ketika memberikan keputusan?
ketamakanmu telah picu hatimu untuk keliru ketuk palu
apa daya, nasi sudah menjadi bubur
kau ’kan tuai sendiri benih cemar yang kau tabur
mimpi-mimpi buruk ’kan hantui setiap tidurmu
meski kau mungkiri dan cuci tangan seribu kali
sejarah ’kan torehkan namamu dengan tinta lumpur hitam bin kotor
hitam sehitam-hitamnya, kotor sekotor-kotornya
dan dia yang benar tapi kau aniaya
namanya 'kan tertoreh dengan tinta emas paling kemilau dalam sejarah dunia
karya dan jasanya dinikmati seantero warga
keberaniannya akan membakar semangat anak bangsa
semuanya 'kan dikenang sepanjang masa


***



No comments:

Post a Comment