Saturday, May 27, 2017

Kandas Cinta di Kilometer Pertama

Puisi yang bersifat "melo" dan "baper ini menggambarkan perasaan seseorang yang
kandas cintanya meski relasinya baru seumur jagung. Namun kemudian yang
bersangkutan bangkit lagi untuk melanjutkan perjalanan hidupnya.
Puisi ini telah dipilih oleh dewan juri sebagai Juara V dalam lomba cipta puisi yang 
diselenggarakan oleh Sajak-Sajak Literasi Indonesia.
Soli Deo Gloria!


Kandas Cinta di Kilometer Pertama

Oleh Budianto Sutrisno


Kala kutanya salahku apa
kau sontak menjelma dinding batu yang kelu bisu
 senyum manis dan sapa hangatmu terbenam dalam timbunan puing masa lalu
mendung kelam pekat menyelimuti wajahmu yang hampa ekspresi
tiada kata yang sanggup ungkapkan betapa pedihnya hatiku
baru seumur jagung perjalanan asmara ini
tapi cintaku t’lah kandas di kilometer pertama

Air mata membasahi sepucuk surat yang kutulis untukmu
tinta birunya luntur, seluntur cintamu padaku
noktahnya menjalar, makin memudar, dan menuju tiada
aku pun kosong jiwa, hampa nalar, dan tunarasa

Ku bersimpuh di kilometer pertama cinta, bibirku bergetar
maafkan aku, karena aku terlalu mencintaimu
maafkan aku, karena beginilah apa adanya diriku
selanjutnya biarlah aku melangkah ke kilometer berikutnya dengan harapan baru
begitu juga dengan dirimu, bersama pilihanmu


***


Monday, May 15, 2017

Kucampakkan Kenangan Sembilu dan Kujadikannya Abu

Puisi dengan nada 'baper' tapi diakhiri dengan 'move on' ini terpilih sebagai saah satu puisi
yang termasuk dalam "10 Besar".
Puisi ini menduduki Peringkat VI dalam sebuah lomba "April yang Kelabu" yang diselenggarakan oleh Parade Puisi.
Soli Deo Gloria!

  

Kucampakkan Kenangan Sembilu dan Kujadikannya Abu

Oleh Budianto Sutrisno


Medio april tahun lalu…
menorehkan kenangan sembilu yang mengiris hati dan mencabik perasaanku
kuempaskan tubuhku di bangku tua di bawah temaram lampu
aku serasa linglung dan berdiri limbung di bumi yang berguncang
kar’na kau putuskan begitu saja jalinan tali cinta kita berdua
tanpa beri aku kesempatan kedua
sungguh april kelabu yang tak ingin kuingat kembali
ku tak mau mengingatnya, tapi sesekali kenangan itu sendiri yang datang membayang

Sungguh sembilu itu makin menusuk kala kurasa kau berarti segalanya bagiku
tapi kau anggap diriku hanya remah sisa tiada arti
kegagalanku ternyata mampu mengungkap siapa sebenarnya dirimu
ku tak perlu berlama bersimbah air mata
satu pintu tertutup bagiku, pintu lain ’kan terbuka
kusadari, usai menjelajah perjalanan panjang mencari kesejatian cinta
jarak seribu kilometer serasa sepelemparan batu jauhnya

Sebelum kumulai perjalanan baruku
izinkan kucampakkan dulu kenangan sembilu itu
membakarnya habis sampai jadi abu
biarlah april kelabu tetap abu selamanya
ku tak mau langkahku terganggu oleh gelayut kenangan pahit
kupercaya, usai mentari tenggelam di ufuk barat
berjuta bintang ’kan gemerlap riang di bentang langit sana
menyambutku dengan binar senyum kejora


***


Thursday, May 11, 2017

Pijar yang Nyalakan Dunia

 Vonis hukuman penjara untuk Gubernur DKI telah membangunkan kesadaran 
warga nusantara - juga warga dunia - untuk menuntut keadilan yang lurus jujur, bukan 
bengkok dan timpang.
Keadaran ini diiikuti oleh gerakan menyalakan beribu, bahkan berjuta lilin
di sejumlah kota, baik di dalam negeri mapun mancanegara.
Hal ini telah menginspirasi penulis untuk menuangkannya dalam puisi berikut.
Soli Deo Gloria!


Pijar yang Nyalakan Dunia

Oleh Budianto Sutrisno


Malam yang berselimut gelap itu terusir pergi
gulita berjingkat selinap cari tempat sembunyi
kar’na beribu, berjuta lilin berpendar pijar
dinyalakan oleh lautan manusia di banyak kota
bukan saja di seluruh pelosok nusantara
melainkan juga merambah ke mancanegara
setiap pijar lilin adalah pijar nurani yang damba kebenaran dan keadilan

Beribu dan berjuta lilin menyala menjadi tanda
beribu dan berjuta nurani telah terusik
oleh ketidakadilan yang menimpa sosok jujur pembasmi kebatilan
beribu dan berjuta lilin berpijar menjadi isyarat
bahwa hukum telah direkayasa untuk kepentingan orang berharta
bahwa ada pengkianat yang haus kuasa dunia fana
sampai badan dunia pun tergerak hatinya
seluruh isi buana serempak bergerak
kalau kita sendiri hanya berdiam diri
mau ke mana lagi kita menaruh muka?

Mulut bisa dibungkam, tangan bisa diborgol, kaki bisa dipasung
tapi nurani ’kan terus pancarkan benderangnya
nurani yang sadar bahwa kebinekaan itu perlu toleransi
dan benih toleransi adalah cinta kasih, belas kasihan, dan kepedulian
hanya dengan toleransi kita paham dan terima perbedaan antarsesama
kita jaga benih itu ’gar bebas lilit belit impit ketakutan serta kebodohan
yang hanya jadi algojo kejam bagi benih murni toleransi
ingatlah, toleransi harus bebas bernapas dalam pluralisme yang niscaya

Kala penjaga keadilan justru mempermainkan pedang dewi justitia
kala penutup matanya telah direnggut begitu saja
keputusan jadi timpang dan pilih bulu
toleransi sudah terhunjam dan lumat tercincang
salah paham ayat-ayat suci jadi pembenaran baku
penjaga keadilan jadi penjagal orang benar

Wahai tuan-tuan hakim, di manakah muliamu
jika matamu berona hijau mendapat iming-ining hadiah naik pangkat
tetapi buta ketika memberikan keputusan?
ketamakanmu telah picu hatimu untuk keliru ketuk palu
apa daya, nasi sudah menjadi bubur
kau ’kan tuai sendiri benih cemar yang kau tabur
mimpi-mimpi buruk ’kan hantui setiap tidurmu
meski kau mungkiri dan cuci tangan seribu kali
sejarah ’kan torehkan namamu dengan tinta lumpur hitam bin kotor
hitam sehitam-hitamnya, kotor sekotor-kotornya
dan dia yang benar tapi kau aniaya
namanya 'kan tertoreh dengan tinta emas paling kemilau dalam sejarah dunia
karya dan jasanya dinikmati seantero warga
keberaniannya akan membakar semangat anak bangsa
semuanya 'kan dikenang sepanjang masa


***



Wednesday, May 3, 2017

Meski Kopi Belati, Kuseruput Jua

Puisi yang berbentuk "concrete poem" dan bertajuk "Meski Kopi Belati, Kuserutup Jua"
berikut ini telah memenangi sebuah lomba cipta puisi tingkat nasional yang diselenggarakan
oleh Gerakan Menulis Buku Indonesia.
Puisi ini dipilih oleh dewan juri sebagai Juara IV. Silakan Anda ikut menyerutupnya.
Citarasanya? Terserah pada penilaian Anda.
Soli Deo Gloria!




Meski Kopi Belati, Kuserutup Jua

Oleh Budianto Sutrisno



***




Monday, May 1, 2017

Bunga, Api, dan Nyala Lilin

Peristiwa demo di depan Balai Kota DKI yang berujung dengan pembakaran karangan bunga
dan penyalaan beribu lilin, telah menginspirasi penulis untuk menuangkannya
dalam puisi berikut ini. Kita yakin bahwa kebenaran pada akhirnya akan
mengalahkan kejahatan, cinta kasih akan mengalahkan kebencian,
dan terang akan menelan kegelapan.
Soli Deo Gloria!



Bunga, Api, dan Nyala Lilin

Oleh Budianto Sutrisno


Menjelang magrib di Kutaraja…
tiba-tiba saja api menjilat karangan bunga di taman sriwedari
ini bukan api penyucian bagi dewi sinta
melainkan api angkara murka danawa rahwana
api keserakahan sekaligus kebodohan
bagaimana tak bodoh?
sate bakar, ikan bakar, jagung bakar
banyak orang suka
lezat, padat gizi, dan mengenyangkan
tapi bunga bakar?
hanya setan, demit, dan memedi yang menyukainya

Bunga menyampaikan tanda cinta
api menyemburkan angkara dan kebencian
bunga boleh saja lenyap harumnya dan hancur jadi abu
tapi cinta yang dikandungnya tetap abadi
dikenang rakyat dari generasi ke generasi
sarat nilai-nilai ksatria yang diwariskan ke anak cucu
keluhuran budi dan kebesaran jiwa ksatria ’kan terukir dalam sejarah
tapi kebencian hanya menghasilkan dukacita dan remuk tulang
kebencian menjerumuskan pelakunya ke kubang lumpur hina
kebencian mengoyak lembar persaudaraan
dan cinta ’kan menenun kembali lembar yang terkoyak

Ajaibnya, abu bunga menjelma jadi beribu lilin
yang menyalakan benderang
menerangi kegelapan yang mencekam
setiap nyalanya adalah nyala nurani insan yang waras dan sadar
bahwa kebaikan pasti ’kan mengalahkan kejahatan
terang akan menelan kegelapan.

Utusan bayu sayup membawa kabar
di jumat kliwon nanti bala danawa akan kembali
berniat melakukan ritual amoral
berlagak jadi hakim yang paling berkuasa
memecah belah persatuan dalam persaudaraan
tapi percayalah, Yang Mahakuasa tak pernah terlelap
tangan-Nya selalu siap mendekap kita
berikan kedamaian dan ketenteraman
tongkat-Nya ’kan menghajar segala yang kurang ajar


***