Genre puisi berikut ini agak beraroma puisi esai yang berjudul "Jejak Langkah Pak Tua" - mirip dengan judul salah satu buku karya Pramoedya Ananta Toer.
Ti Pat Kay, dan Wu Ching) dalam mencari Kitab Suci ke Tanah Barat.
Ada juga bagian yang diinspirasi oleh kisah Abraham yang dipanggil Tuhan
untuk keluar dari tanah Ur.
Ada juga bagian yang diinspirasi oleh kisah Abraham yang dipanggil Tuhan
untuk keluar dari tanah Ur.
Puisi ini telah terpilih sebagai salah satu puisi terbaik, yang akan dibukukan dalam 1 antologi puisi bersama dengan karya para pemenang lain, dan diterbitkan oleh Sabana Pustaka
selaku penyelenggara lomba.
Soli Deo Gloria!
Jejak Langkah Pak Tua
Oleh Budianto Sutrisno
Setiap
langkah kaki Pak Tua meninggalkan jejak
merangkai
butiran sejarah perjuangan
sembul
gurat-gurat urat hijau di lengkung betisnya
jadi saksi mata utama
cekung
lembah gersang dan gunduk bukit sarat rekah
jadi
sahabatnya di musim kerontang
gerisik
dedaun kuning yang menggeliat jatuh
jadi
teman seperjalanannya
helai
demi helai melayang, gemulai ikuti irama serunai angin kembara
menyapa
sambut kehadiran sosok beraut keriput, bermata nyalang berkilat api
mengundang
reranting kering berayun, sigap menolak datangnya ujung usia
sementara
di pelataran langit sana
awan
gemawan bergerak, berarak, memekik sorak
tebarkan
tudung lindung pada sosok uzur dari sengat terik bola bara mentari
Manakala
jingga senja bertukar jaga dengan hitam malam
Pak
Tua rebahkan tubuh rentanya di dangau, melepas penat sambil menatap bulat
purnama
bisu
mata pandang bintang gemintang, ungkapkan rasa dan cita dalam bahasa nurani
bahasa
keheningan yang mengalirkan bening kejujuran dari palung hati murni
percakapan
usai, Pak Tua dijemput belai kantuk, masuk ke alam nyenyak
dengkurnya
jadi tanda leganya dada, meski perjalanan masih terentang berlaksa hari
menjejak
bentang liku jalan penuh onak duri
Pak
Tua pernah kisahkan semuanya itu kepadaku
langkahnya
mantap menuju ufuk sana ’tuk rengkuh lembar lontar bijak dan bajik
tuntunan
jiwa di episode terakhir hidupnya sekaligus pusaka warisan bagi anak-cucunya
ufuk
mana? dia cuma angkat bahu pertanda tunajurusan dan letak
tapi
dia percaya, Yang Mahatahu ’kan anugerahkan kompas batin penuntun baginya
Mulanya
banyak bibir nyinyir gelontorkan cemooh pada Pak Tua
tapi
aku, selaku ananda tercinta, telah cecap buahnya yang manis nikmat
setiap
aksara dan kata dalam lembar sejarah hidupnya menjelma caraka yang menghidupi
pijar
nasihatnya barakan api juang sampai sua terakhir dengan takdir
Pak
Tua bilang, tusukan belati duri awalnya ngangakan luka, akhirnya kokohkan jiwa
aku
percaya itu, dan aku serta Pak Tua telah membuktikannya
terima
kasih, Pak Tua, ayahanda tercinta
***
No comments:
Post a Comment