Situasi politik menjelang Pilkada Pilgub DKI Jaya akhir-akhir ini telah
mengilhami penulis untuk menuliskan puisi berikut.
Mengisahkan tokoh Durna - guru Kurawa dan Pendawa - dalam kemasan kekinian.
Kisah-kisah lama selalu terulang kembali dalam sejarah umat manusia.
Zaman boleh berubah, tetapi sifat-sifat pelaku sejarah selalu terproyeksi
pada setiap kurun masa, lewat tokoh-tokoh di era kekinian.
Kurawa Berjubah Pendawa
Oleh Budianto Sutrisno
Syahdan, Begawan Durna merancang
siasat licik
’tuk lenyapkan Bima, salah satu
ksatria perkasa Pendawa
siapa nyana begawan sekaligus guru
terhormat tega merancang tipu keji
’tuk lemahkan Pendawa
kepolosan Bima membuatnya taat pada
perintah palsu
mencari tirta perwita, air kehidupan ’tuk capai kesempurnaan
air sakti khayalan Durna yang
justru membawa keberuntungan bagi Bima
Berpuluh abad usai terpenggal
kepalanya di Baratayudha
oleh tebasan pedang Drestajumena
begawan Durna menitis kembali ke
mayapada
jadilah Durna dalam kemasan kekinian
yang serba-cool
buruk tampilannya t’lah dipermak
habis oleh ahli bedah kosmetik Negeri Ginseng
ketampanan Bambang Kumbayana, Durna
muda, dipulihkan bahkan ditambahkan
Brad Pitt pun kalah tampan dan jadi iri
masih ditambah rajin ke salon dan sadar
perawatan spa
muka dan tubuhnya tak kalah kinclong dibandingkan Syahrini
pokoknya, lebih cetar membahana
pokoknya, lebih cetar membahana
daftar ke sekolah kepribadian
segala
agar bisa selalu senyum dan santun
di depan kamera
ikut kursus berpidato dalam bahasa
bunga
modal penting ’tuk pikat hati
rakyat
mati-matian berusaha mengimitasi
perilaku santun Arjuna
pendek kata, jubah Pendawa dan segenap
atributnya telah lengkap dikenakannya
tak heran, hatinya lalu pekikkan
gempita semangat:
”pidatoku harus lebih hebat
ketimbang Margaret Thatcher dan Ronald Reagan”
maklum, orator ulung berhasrat jadi
senapati di negeri Pulau Kelapa nun di sana
merebut hati para begawan dan jelata
membujuk mereka, membina, lalu
membinasakannya bila perlu
lagi pula, ah… siapa tahu kalau
kesempatan tiba
Durna kemasan masa kini bisa
melengserkan raja
betapa bahagianya menjadi raja
negeri Pulau Kelapa
lebih mulia dan moncer ketimbang jadi begawan kaum
Kurawa
Singkat cerita, Durna kemasan
tampan berhasil jadi senapati
segenap kekuatan dihimpun dengan
cara santun
sesantun dia memperdaya Bima dengan iming-iming kesempurnaan
sesantun dia memperdaya Bima dengan iming-iming kesempurnaan
halus, dan tanpa gembar-gembor
seperti laku panglima penguasa di Kutaraja
tapi apa hendak dikata, raja cerdik cepat membongkar siasat licik
jubah Pendawa-nya tersingkap, dan tampaklah belang Kurawa-nya
agenda tersembunyi terungkap sudah
agenda tersembunyi terungkap sudah
Durna necis yang dulu disayang,
lalu ditendang
tanpa ampun, sang santun pun
lengser terjengkang
cita-citanya jadi penguasa kandas
di tengah jalan
Cerita belum selesai, Durna santun beroleh kesempatan baru
bergabung dengan Kurawa kemasan
baru pula
bisa reuni dengan Sengkuni yang sudah tampak renta
ada juga Dursasana yang gemar menjamah wanita
bisa reuni dengan Sengkuni yang sudah tampak renta
ada juga Dursasana yang gemar menjamah wanita
eh… sesama Kurawa, jadi ya cepat
akur
apalagi punya semangat sama
”di mana ada kuasa, di situ hatiku
bertakhta”
orang Jawa bilang ”koyo tumbu oleh tutup”, pas banget
mundur dulu selangkah untuk maju
dua langkah, bisiknya
jadi panglima dulu, baru nanti jadi
raja
Tapi Durna kemasan baru lupa
peristiwa Baratayudha dulu kala
syahwat kekuasan telah membutakan
hati dan ciptakan amnesia
Drestajumena abad ke-21 sudah
menunggu
di garis depan medan Padang
Kurusetra
siap mengayunkan pedang saktinya
akankah kita saksikan batok kepala
jatuh menggelinding?
sang waktulah yang menentukannya
Tiba-tiba... aku seperti melayang
telingaku dengar cerita emak-emak
yang dikisahkan Denny Siregar, sipenulis kocak
loh, kok ada miripnya, latarnya saja yang beda
sluuurp... kudengar suara seruput Bang Denny
tengah asyik menikmati secangkir kopi panas
kepul asap dan ruap aroma harum menyergap hidung
aku pun terjaga dari lamunanku
Tiba-tiba... aku seperti melayang
telingaku dengar cerita emak-emak
yang dikisahkan Denny Siregar, sipenulis kocak
loh, kok ada miripnya, latarnya saja yang beda
sluuurp... kudengar suara seruput Bang Denny
tengah asyik menikmati secangkir kopi panas
kepul asap dan ruap aroma harum menyergap hidung
aku pun terjaga dari lamunanku
***