Tulisan ini dibuat dalam rangka partisipasi pribadi saya untuk ikut menyambut hari ulang tahun ke-54 Presiden Jokowi pada 21 Juni 2015.
Hanya tulisan ini serta iringan doa tulus saya yang bisa saya persembahkan sebagai
kado ulang tahun untuk beliau. Kiranya apa yang saya tuliskan di sini - yang merupakan aspirasi sebagian rakyat Indonesia - didengar oleh beliau dan memperoleh tanggapan yang positif.
Jakarta,
21 Juni 2015
Bapak
Berhati Rakyat
Yang saya kasihi dan hormati, Bapak
Presiden Jokowi,
Izinkan
saya menyapa Bapak Presiden Jokowi bukan dengan sebutan ”Yang Mulia Bapak
Presiden,” melainkan dengan sapaan ”Bapak Berhati Rakyat.”
Mengapa
demikian? Karena jauh di dalam lubuk hati saya, tebersit pandangan dan
keyakinan bahwa sosok seperti Bapak Jokowi adalah sosok yang rendah hati,
berhati rakyat, dan jauh dari kesan adigang,
adigung, adiguna. Menurut hemat saya, kepribadian dan karakter seperti
inilah, yang membuat Bapak Jokowi lebih pas dan sesuai bila dipanggil dengan
sapaan ”Bapak Berhati Rakyat” ketimbang julukan mentereng ”Yang Mulia Bapak
Presiden” yang cenderung membuat jarak semakin jauh antara presiden sebagai pemimpin
dan rakyat yang dipimpin. Di samping itu, sapaan ”Bapak Berhati Rakyat” ini mampu
mencairkan kesan formalitas yang kaku.
Yang
terhormat Bapak Berhati Rakyat,
Saya menyadari bahwa
Bapak mengemban tugas yang sangat berat namun mulia. Bayangkan saja, Bapak
harus mengatur dan memimpin kira-kira 250 juta warga Indonesia yang tinggal di
ribuan pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan latar belakang, adat,
budaya, agama, dan kepercayaan yang beraneka ragam!
Dan di sela-sela
kesibukan Bapak bekerja bersama para menteri dalam Kabinet Kerja, Bapak juga
membaca serta menandatangani berbagai surat. Dan salah satu surat yang Bapak
baca adalah surat dari saya ini, seruan nurani seorang warga Jakarta yang
berprofesi sebagai guru SMP. Saya sungguh berterima kasih untuk kesempatan
berbincang dari hati ke hati melalui surat sederhana ini.
Perlu Bapak ketahui,
surat ini saya buat dalam rangka keikutsertaan saya memperingati hari ulang tahun ke-54 Bapak
Jokowi, meski saya sadar bahwa Bapak tak memiliki kebiasaan untuk merayakan
hari ulang tahun. Saya ucapkan "Selamat Ulang Tahun" dan kiranya Tuhan senantiasa memberikan anugerah serta hikmat berlimpah untuk memimpin bangsa dan negara Indonesia tercinta. Dan usia 54 tahun merupakan usia yang matang dan bijaksana untuk
mendengarkan berbagai macam cerita maupun uneg-uneg
dari rakyat yang mengasihi dan dikasihi Bapak.
Saya
menyadari bahwa seorang pemimpin itu tak mungkin disukai oleh seluruh warga
tanpa terkecuali. Pasti terdapat sebagian orang atau kelompok yang tidak
menyukai Bapak dengan berbagai macam alasan, baik yang masuk akal maupun tidak.
Banyak ejekan, celaan, cemoohan, hinaan, tuduhan, caci-maki, dan komentar
miring ditujukan kepada Bapak. Mulai dari, maaf, ”plonga-plongo”, ”tak becus”, ”boneka Megawati”, ”antek PKI”, dan seabrek
julukan negatif lainnya.
Saya
yakin, Bapak mengetahui hal ini, tetapi Bapak selalu memiliki kebesaran jiwa
yang sangat saya kagumi. Hal ini tercermin dalam ungkapan ”rapopo” yang Bapak ucapkan. Kendati Bapak selaku pemimpin tertinggi
di Republik Indonesia tercinta ini dihina sedemikian rupa, Bapak tetap sabar,
santun, dan rendah hati. Semua karakter ini merupakan ciri keagungan seorang
pemimpin sejati yang patut dijadikan suri teladan.
Kegiatan blusukan Bapak sering disalahartikan sebagai pencitraan oleh kelompok yang tak menyukai Bapak. Akan tetapi, Bapak tetap terus mendekat kepada rakyat lewat blusukan, karena Bapak adalah pribadi yang mau mendengar suara rakyat. Bapak ingin mendengarkan secara langsung
Kegiatan blusukan Bapak sering disalahartikan sebagai pencitraan oleh kelompok yang tak menyukai Bapak. Akan tetapi, Bapak tetap terus mendekat kepada rakyat lewat blusukan, karena Bapak adalah pribadi yang mau mendengar suara rakyat. Bapak ingin mendengarkan secara langsung
aspirasi rakyat. Bapak tak mau di-”ninabobo”-kan
dengan laporan ABS. Ini baru benar-benar
pemimpin yang sungguh-sungguh sangat memahami hakikat demokrasi yang sejati.
Yang
terhormat Bapak Berhati Rakyat,
Jika dihitung sejak
pelantikan anggota Kabinet Kerja (26 Oktober 2014), masa kerja Bapak bersama
kabinet, baru berlangsung hampir 8 bulan – masa yang relatif singkat untuk
ukuran jabatan pemimpin sebuah negara. Akan tetapi dalam rentang masa jabatan relatif
singkat ini, muncul kelompok tertentu yang menuntut keberhasilan Bapak nyaris di
segala bidang. Mereka ini mengharapkan Bapak bisa membenahi dan membangun
Indonesia dalam sekejap seperti cerita legenda ”Bandung Bondowoso” yang
berambisi mendirikan Candi Sewu dalam semalam, namun akhirnya gagal. Kelompok seperti ini tidak
bisa membedakan antara fakta dan fatamorgana. Mereka tak menyadari bahwa
pemerintahan Bapak itu mewarisi kebobrokan moral yang sudah berlangsung puluhan
tahun. Pembenahannya pasti membutuhkan waktu yang panjang.
Saya jadi teringat
masa-masa kerja saya di perusahaan periklanan (dengan 125 karyawan) berpuluh
tahun yang lalu. Untuk karyawan biasa, diperlukan masa percobaan kerja selama 3
bulan. Untuk tingkatan direktur, diperlukan waktu sekitar 6 bulan guna penilaian
kinerjanya. Untuk menilai kinerja seorang CEO
pasti memerlukan waktu lebih lama. Lha,
presiden kok malah dituntut mampu
membereskan segalanya seperti direktur perusahaan periklanan. Yah, terkadang
untuk berpikir jernih secara rasional dan faktual, merupakan pelajaran tersendiri
bagi sebagian rakyat kita.
Yang terhormat Bapak
Berhati Rakyat,
Sebagai anggota
masyarakat awam, saya menyadari bahwa salah satu tugas berat Bapak adalah
mendukung sepenuh hati gerakan pemberantasan korupsi. KPK harus terus diperkuat
dengan orang-orang jujur, berani, dan sangat berkompeten di bidangnya. Di
samping itu, KPK harus mampu menggalang kerja sama yang baik dengan pihak
Kepolisian dan Kejaksaan. Dengan kata
lain, diperlukan juga pejabat Kepolisan dan Kejaksaan yang bersih, jujur,
berani, dan berkompeten.
Kriminalisasi sejumlah pejabat KPK merupakan cerminan masih adanya sebagian koruptor yang berupaya untuk mengaburkan/menghilangkan jejaknya dalam menggerogoti kekayaan negara. Mereka ini sesungguhnya adalah kelompok para pengecut, karena tak berani mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Kriminalisasi sejumlah pejabat KPK merupakan cerminan masih adanya sebagian koruptor yang berupaya untuk mengaburkan/menghilangkan jejaknya dalam menggerogoti kekayaan negara. Mereka ini sesungguhnya adalah kelompok para pengecut, karena tak berani mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Menurut hemat saya,
kejahatan korupsi itu tak kurang berbahaya jika dibandingkan dengan kejahatan
terorisme atau narkoba. Korupsi – sebagaimana halnya
dengan tindak kejahatan terorisme dan narkoba – sangat merugikan rakyat banyak.
Rakyat yang sudah taat membayar pajak, tidak mendapatkan fasilitas yang
seharusnya mereka terima. Uang negara – yang bisa dipakai untuk membangun
fasilitas transportasi, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya – habis dipakai
koruptor untuk bergaya hidup mewah dan berfoya-foya. Korupsi, terorisme, dan
kejahatan narkoba itu pada dasarnya melemahkan sendi-sendi kehidupan bangsa.
Usaha pemerintah untuk menyejahterakan rakyat secara lahir dan batin,
dihambat/digagalkan oleh ketiga jenis tindak kejahatan ini.
Itu sebabnya, saya
mengusulkan kepada Bapak Jokowi, untuk tidak ragu-ragu lagi menerapkan asas pembuktian
terbalik terhadap kekayaan seluruh pejabat eksekutif, legislatif, maupun
yudikatif. Pejabat yang menolak, segera dipecat secara tidak hormat serta
diberi sanksi hukuman. Dan tak perlu ragu lagi untuk menjatuhkan hukuman mati
kepada koruptor kelas kakap. Diperlukan kriteria tertentu untuk jenis dan besaran
korupsi yang pantas diberi sanksi hukuman mati.
Saya tahu, terdapat
sementara pihak yang menolak adanya hukuman mati dengan alasan kemanusiaan.
Akan tetapi, apakah mereka itu juga menggunakan standar penilaian yang sama
dalam melihat penderitaan rakyat yang miskin, kelaparan, dan tak memperoleh
pendidikan yang layak? Saya khawatir mereka sebenarnya mengenakan standar ganda
dalam menilai dan memberikan penghakiman. Pedang keadilan mereka terlalu tumpul
untuk para koruptor kelas kakap, dan terlalu tajam untuk menghakimi para maling
kecil. Mereka lantang meneriakkan penolakan hukuman mati (termasuk untuk para
koruptor kelas kakap), tetapi mereka hanya membisu seribu bahasa ketika maling
ayam harus mendekam dalam penjara selama beberapa bulan.
Yang terhormat Bapak
Berhati Rakyat,
Keadilan merupakan kata
kunci utama bagi keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Bila keadilan bisa
dicapai, maka kemakmuran akan mengikutinya. Saya meyakini sungguh-sungguh hal
itu. Dan pendidikan adalah jalan masuk bagi masyarakat untuk memahami apa yang
disebut sebagai keadilan serta kebenaran.
Sebagai seorang
pendidik, saya mencoba untuk menanamkan nilai-nilai keadilan dan kebenaran mulai
dari hal-hal yang sederhana. Larangan untuk menyontek merupakan sebuah
keniscayaan. Siswa harus memahami bahwa menyontek merupakan tindakan merampas hak
dan hasil jerih payah orang lain yang sudah belajar keras. Yang belajar/bekerja
lebih keras dengan cara yang jujur, patut dihargai dengan pujian. Sebaliknya,
mereka yang bekerja secara tak jujur, patut memperoleh ganjaran hukuman yang
setimpal.
Di samping itu,
pewarisan nilai-nilai luhur kepahlawanan bangsa kepada para siswa sejak usia
dini, merupakan hal yang tak kalah penting. Ini berguna agar para siswa dapat
lebih menghargai jasa para pahlawan yang sudah berjuang demi kemerdekaan,
sehingga kita bisa mengenyam nikmatnya hidup yang bebas dari belenggu
penjajahan. Jangan sampai ada siswa yang tak menyadari hal ini.
Sementara itu, sifat
kerja sama, gotong royong, dan toleransi, dapat dipupuk melalui kegiatan
pramuka yang dilakukan secara teratur. Dalam kegiatan ini para siswa dilatih
bagaimana hidup dalam
sebuah komunitas masyarakat yang majemuk, bagaimana seharusnya hidup tolong-menolong, dan mempelajari sejumlah keterampilan praktis yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan praktik kejujuran dapat diwujudkan, misalnya, dengan membuka kantin atau koperasi kejujuran, di mana para siswa menyerahkan uang dan mengambil kembalian sendiri sesuai dengan nilai barang yang dibeli.
sebuah komunitas masyarakat yang majemuk, bagaimana seharusnya hidup tolong-menolong, dan mempelajari sejumlah keterampilan praktis yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan praktik kejujuran dapat diwujudkan, misalnya, dengan membuka kantin atau koperasi kejujuran, di mana para siswa menyerahkan uang dan mengambil kembalian sendiri sesuai dengan nilai barang yang dibeli.
Berikut adalah kisah
nyata yang saya alami belum lama berselang dalam kaitan dengan kegiatan belajar
mengajar di sekolah. Saya sangat prihatin ketika seorang rekan guru mata
pelajaran PPKn memperlihatkan kepada saya jawaban seorang siswa terhadap
pertanyaan yang terkait dengan sejumlah nama pahlawan. Pertanyaan ”Siapakah
Diponegoro?” dijawab sekenanya dengan ”Pahlawan yang tinggal di Jalan
Diponegoro.” Sedangkan pertanyaan ”Siapakah Tuanku Imam Bonjol?” dijawab dengan
”Pahlawan yang gambarnya terdapat di uang Rp5.000,00.”
Inilah fakta nyata yang
terjadi di dunia pendidikan. Jawaban miris seperti ini memang tidak mewakili
siswa kami secara keseluruhan. Kendatipun demikian, hal ini sangat memprihatinkan.
Pendidikan merupakan pilar utama untuk mengarahkan generasi muda agar memahami
kebenaran dan keadilan. Melalui realitas sejarah, kita semua dapat semakin
mengerti hakikat kepahlawanan dan perjuangan. Keberhasilan haruslah diraih
dengan perjuangan yang tak kenal menyerah, lewat cara-cara yang benar, bukan
lewat cara-cara yang licik dan melanggar peraturan. Melalui mata pelajaran sejarah, kita bisa mengenal
jati diri bangsa yang sejati dan semakin memupuk rasa cinta kepada tanah air
serta bangsa sendiri.
Peristiwa ini merupakan
tantangan tersendiri dan sekaligus membangkitkan semangat saya untuk lebih
mengintegrasikan nilai-nilai perjuangan di dalam mata pelajaran bahasa yang
saya ampu. Sebagai seorang guru, saya memang memiliki banyak keterbatasan,
tetapi yang penting, saya terus berusaha untuk menjadi lebih baik dan lebih
bermanfaat dalam dunia pendidikan. Saya sadar, bahwa generasi muda yang
dipercayakan kepada para guru untuk dididik inilah yang akan menjadi pemimpin
bangsa di hari depan. Selain itu, generasi muda ini kurang melihat dan
memperoleh keteladanan dari kelompok yang lebih senior. Karenanya, diharapkan
sekurangnya, para guru dapat menjadi suri teladan yang baik untuk kehidupan
para generasi muda yang masih duduk di bangku sekolah. Suri teladan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah maupun di tengah masyarakat.
Yang terhormat Bapak
Berhati Rakyat,
Akhir-akhir ini beredar
kabar tentang reshuffle atau
perombakan kabinet. Seandainya memang perlu dilakukan perombakan, janganlah
Bapak bimbang dan ragu untuk melakukannya. Rasa ewuh-pekewuh memang harus disingkirkan. Termasuk bila terdapat
menteri yang berasal dari partai pendukung Bapak dinilai tak berkompeten. Segera
ganti yang bersangkutan dengan orang yang lebih tepat. Ini bukan berarti ”lupa
kacang akan kulitnya”, melainkan semata-mata merupakan tindakan profesional
untuk kepentingan rakyat banyak. Kepentingan rakyat harus mengatasi kepentingan
pribadi maupun partai.
Di penghujung surat
ini, izinkanlah saya untuk mengutip kata-kata seorang negarawan Filipina,
Manuel L. Quezon, yang dijadikan bahan rujukan oleh Presiden AS, John F
Kennedy: My loyalty to my party ends when
my loyalty to my country begins (Kesetiaanku kepada partaiku berakhir
ketika kesetiaanku kepada negaraku dimulai).
Sedangkan Pak Ahok, Gubernur DKI menyerukan semangat ”Tidak ada gunanya kesetiaan kepada partai kalau tidak bermanfaat bagi rakyat.” Sementara itu, seorang rohaniwan mengatakan bahwa emas murni itu tak takut dilebur api. Secara pribadi, saya sungguh yakin bahwa Pak Jokowi adalah pemimpin emas murni yang tak gentar berjuang dalam kobaran api tantangan dan kesulitan. Emas murni justru semakin murni dalam kobaran api.
Sedangkan Pak Ahok, Gubernur DKI menyerukan semangat ”Tidak ada gunanya kesetiaan kepada partai kalau tidak bermanfaat bagi rakyat.” Sementara itu, seorang rohaniwan mengatakan bahwa emas murni itu tak takut dilebur api. Secara pribadi, saya sungguh yakin bahwa Pak Jokowi adalah pemimpin emas murni yang tak gentar berjuang dalam kobaran api tantangan dan kesulitan. Emas murni justru semakin murni dalam kobaran api.
Teruslah berjuang
sesuai seruan hati nurani, Pak Jokowi! Tantangan memang semakin besar, tetapi
Tuhan akan menganugerahkan kekuatan dan hikmat yang lebih besar untuk
menghadapi tantangan tersebut. Jabatan adalah sebuah amanah yang harus
dijalankan untuk kemaslahatan masyarakat luas, dan harus dipertanggungjawabkan
kepada Sang Maha Pemberi Amanah, yakni Tuhan sendiri.
Teruslah berjuang,
Tuhan menyertai pemimpin yang rendah hati dan sungguh-sungguh bekerja, serta rakyat senantiasa mendukungmu!
Salam
dari rakyat untuk Bapak Berhati Rakyat,
Budianto
Sutrisno
No comments:
Post a Comment