Sunday, March 30, 2014

Puisi dengan Tema "Cahaya Ilahi" (# 2)

Puisi berikut ini merupakan salah satu puisi yang dimuat dalam buku Antologi Puisi bertajuk
"Cahaya Ilahi, Antologi Puisi Islami" yang diterbitkan oleh Fornusa. Terdapat di halaman 138.


Secercah Cahaya di Malam Menikam
Oleh Budianto Sutrisno

Selimut gelap malam menyekap alam
semuanya kelam, sekelam hatiku yang disesah gundah
dingin menyelinap, menggegap sampai ke sumsum tulangku
beku gigil dan gulita itu begitu menikam
menghunjam palung hati terdalam
menggodam dan merajam dada
mengoyak raga, menyiksa jiwa

Lima warsa merajut cinta jadi sia-sia
aku bak laba-laba yang terperangkap serat cintaku sendiri
terbelit, terlilit, tanpa daya
dalam pikat hasrat yang terlalu mencintaimu

Ku coba lepaskan diri dari lorong gelap labirin cinta
tapi wajahmu terus melekat dalam anganku
bahkan bersemayam dalam mimpiku
semua semakin menikam hatiku

Aku beringsut di sepanjang lorong gelap pengap itu
sampai ku gapai celah di mana cahaya membuncah
gelap pekat hatiku menjadi cerah, mimpi burukku menjelma indah
karena itu adalah cahaya ilahi yang membuatku berserah


***



Puisi dengan Tema "Cahaya Ilahi"

Puisi berikut adalah salah satu puisi yang telah dibukukan dalam Antologi Puisi yang bertajuk "Cahaya Ilahi, Antologi Puisi Islami" yang diterbitkan oleh Fornusa Indonesia. Dimuat di halaman 136-137.


Cahaya Pencerah Jiwa
Oleh Budianto Sutrisno

Tatkala biduk hidupku terombang-ambing
dalam gelombang samudra cinta yang memabukkan
tatkala ku diempaskan ke atas bukit karang di malam gulita
aku merintih, meratap dalam kesendirian
butir-butir mutiara bening bergulir di sudut mataku
satu demi satu basahi pipi
mengiringi gugurnya kelopak-kelopak cintaku

Pelan ku tengadah
mulutku bergetar melantunkan satu dua bait doa
oh Tuhan, berikanlah rahmat dan hidayah-Mu
kuatkan aku menghadapi semua
padamkan api dendam, balutlah luka hatiku ini

Tiba-tiba langit terbuka, menyeruakkan selarik cahaya
  menyorot diriku yang gentar terpaku
segera ku tersungkur dalam jamahan cahaya ilahi
semula ku resah-gundah, kini ku cerah-semringah penuh serah
semula ku retak dalam berontak, kini ku utuh dalam patuh
ku diubah jadi insan baru sesuai fitrah


***



Puisi Apresiasi untuk Ibu

Puisi berikut ini merupakan salah satu puisi yang telah dibukukan dalam Antologi Puisi bertajuk "Senandung Cinta untuk Ibunda # 2" terbitan Asrifa. Dimuat di halaman 20.


Ku Tak Tahu Bila, tapi Kau Tahu Bagaimana
Oleh Budianto Sutrisno

Ku tak tahu bila mulutku mulai bisa memanggil ibu
tapi kau tahu bagaimana menyatakan cinta kasihmu
sejak aku masih dalam gelap rahimmu

Ku tak tahu bila perutku mula pertama merasa lapar
tapi kau tahu bagaimana mengalirkan air susumu
sebagai wujud curahan cinta kasihmu

Ku tak tahu bila ku mulai merengek dan menangis
tapi kau tahu bagaimana dengan lembut menyeka air mataku
serta membisikkan kata-kata yang membangun payung keteduhan

Ku tak tahu bila mula-mula ku menggoreskan gambar dan tulisan
tapi kau tahu bagaimana membentangkan jurai kesabaran untuk mendidikku
sambil menaburkan benih karakter lewat suri teladan

Ku tak tahu bila pertama kali ku mengenal tanah air Indonesia
tapi kau tahu bagaimana membeberkan peta tanah tumpah darah tercinta
sehingga aku mengenal keberagaman dalam berbangsa

Ku tak tahu bila aku mulai mengenal Sang Maha Pencipta
tapi kau tahu bagaimana mengajakku bertelut dan berdoa
sehingga aku boleh menjadi insan yang gentar dan hormat kepada Tuhan

Ibu, kini ku tahu betapa besar jasamu kepadaku
tapi ku tak tahu bagaimana membalas kebaikanmu
baktiku kepadamu tak pernah sepadan dengan pengorbananmu

Ku hanya bisa mengucap syukur kepada Sang Maha Pemberi
yang telah menganugerahkan ibu tercinta kepadaku
ku hanya mampu haturkan terima kasih kepadamu, ibu


***