Peristiwa pembunuhan keji seorang guru di Sampang oleh seorang siswa yang tak tahu
membalas budi, telah menggerakkan penulis untuk menuliskan peristiwa yang
memedihkan hati ini. Kejadian ini telah mencoreng sejarah pendidikan di Indonesia dengan
lumpur yang paling kotor dan hitam. Melalui peristiwa ini, jelaslah posisi guru yang sangat rapuh
dalam menghadapi siswa yang bermasalah.
Kepada Siapa Guru Mengadu?
Oleh Budianto Sutrisno
Kala masih balita, anak mengadu
kepada orang tua
bawahan mengadu kepada atasan
rakyat mengadu kepada wakilnya
siswa mengadu kepada guru
lalu kepada siapa guru mengadu?
komnas HAM, PGRI, DPR, menteri?
mereka semua justru bungkam diam
dalam seribu bahasa
kala guru dibunuh oleh siswanya
sendiri
ya, dibunuh mati
nyawa guru dianggap begitu murah
seperti nyawa nyamuk
bisa dan boleh di-pithes kapan saja dan mana suka
Memang di zaman now banyak peristiwa aneh bin ganjil
kala siswa bermasalah, justru guru
yang panik
kala siswa begajulan, guru yang takut
guru ngeri kepada siswa, juga
kepada ortunya
guru seperti kurcaci yang
menghadapi setan memedi
guru bak menghadapi buah simalakama
dimakan mati kariernya, tak dimakan
mati nuraninya
mana yang harus digadaikan, mana yang harus dikorbankan?
bagaimanapun juga, teguran dan hukuman memang
harus dilakukan
jika memang diperlukan, apa pun
risikonya
Tapi penyesalan selalu datang
terlambat
kala guru Sampang sudah jadi mayat
aliran air mata darah juga tiada
gunanya
apakah guru mesti bernasib malang?
apakah guru harus dibanjiri dengan
kasih yang membadai?
itu bukan kasih, tapi pemanjaan dan penjerumusan
yang justru melumpuhkan siswa
tapi berapa banyak siswa, ortu, dan
guru sendiri yang menyadarinya?
keadilan telah ditindas dan dilibas
oleh rasa takut
takut justru pertanda kurang kasih
jangan jadikan cinta kasih sebagai topeng dan perisai
'tuk sembunyikan ketakutan
jangan tuduh hukuman sebagai pelampiasan dendam
hukuman adalah konsekuensi dari kejahatan
nenek-nenek pun tahu itu
tapi yang bermental 'cari aman' pura-pura tak tahu
jangan jadikan cinta kasih sebagai topeng dan perisai
'tuk sembunyikan ketakutan
jangan tuduh hukuman sebagai pelampiasan dendam
hukuman adalah konsekuensi dari kejahatan
nenek-nenek pun tahu itu
tapi yang bermental 'cari aman' pura-pura tak tahu
mesti berapa guru lagi yang jadi korban
agar semua sadar?
mesti berapa ribu maaf yang harus dikunyah dan ditelan guru?
mesti seberapa dalam, lebar, dan
dalam lautan cinta kasihnya?
apakah guru tak berhak menjalankan
keadilan dalam kebenaran?
guru juga manusia, bukan?
guru bukan malaikat, bukan?
jangan pernah bermimpi guru
menjelma malaikat
jika ada yang mengaku malaikat, pastilah itu malaikat jadi-jadian
jika ada yang mengaku malaikat, pastilah itu malaikat jadi-jadian
Penghargaan dalam bentuk apa pun
tak bisa menghidupkan guru Sampang
yang malang
sekadar mengenang jasa-jasanya?
apa itu cukup?
mengenakan hukuman seberat mungkin
kepada pelaku?
apa itu bisa memulihkan kepedihan
hati keluarga yang ditinggal pergi?
Orang bijak bilang mata tak boleh
diganti dengan mata
gigi tak boleh diganti dengan gigi
angkara tak boleh dibalas dengan
angkara
angkara perlu diredam dengan cinta
kasih
oh… betapa indahnya kata-kata mulia
itu
oh… betapa mudahnya mengeluarkan
kata-kata bijak itu
tapi insan manakah yang mampu
melakukannya?
kalau toh ada, berapa gelintir?
haruskah permata kemilau itu binasa
di kaki babi?
aku tak kuasa untuk menjawabnya
biarlah Yang Kuasa bekerja sesuai
rencana-Nya
***
No comments:
Post a Comment