Sunday, April 20, 2014

Artikel tentang Politik Uang


Politik Uang
Dari Zaman Yesus sampai Sekarang

Oleh Budianto Sutrisno

Tulisan ini diilhami oleh khotbah Paskah GRII, 20 April 2014 yang 
disampaikan oleh Pdt. Stephen Tong.

Banyak orang menduga bahwa keberadaan politik uang itu masih relatif baru. Praktik dan pemberitaan tentang politik uang sangat marak di masa menjelang pemilu. Akan tetapi sebenarnya, politik uang itu sudah ada sejak dulu kala. Jadi, kalau kita menjumpai permainan politik uang dewasa ini, sebenarnya itu merupakan ’dosa turunan’ sejak berabad lampau.

Ada aku, tak ada kamu; ada kamu, tak ada aku
Kaum Farisi yang memusuhi Yesus teringat akan kata-kata/nubuatan Yesus yang menjelaskan bahwa Ia akan bangkit dari kematian pada hari yang ketiga (hari Minggu). Itu sebabnya, pada pascakematian Yesus, mereka meminta Gubernur Pontius Pilatus untuk mengirim pasukan Roma guna menjaga kubur Yesus.
Mereka ini berseberangan dengan Yesus, tetapi sesungguhnya hati kecil mereka ’percaya’ pada nubuatan Yesus tentang kebangkitan-Nya. Hanya saja mereka menindas kebenaran yang sudah tertanam dalam hatinya. Mereka berpendapat bahwa Yesus harus mati, sehingga kebudayaan Yahudi tetap eksis. Selama Yesus ada, maka eksistensi kebudayaan Yahudi terancam. Filsafat mereka adalah ”Ada aku, tak ada kamu; ada kamu, tak ada aku”. Mereka terus menindas kebenaran dalam hati mereka, sehingga mereka berani melawan Sang Kebenaran itu sendiri. Bukankah filsafat semacam ini juga dianut oleh orang atau kelompok tertentu di zaman sekarang ini?
Jika kaum Farisi dan ahli Taurat ini tak ’percaya’ sama sekali dengan nubuatan Yesus, mereka tentunya tak perlu bersusah payah meminta Pilatus untuk mengerahkan tentara Roma guna menjaga kubur Yesus. Jika mereka tak ’percaya’, mestinya mereka menganggap perkataan/nubuatan Yesus sebagai angin lalu saja, atau cerita burung yang sama sekali tak mengandung kebenaran. Jadi ada semacam kontradiksi di dalam diri mereka.
Orang yang menindas kebenaran terus-menerus di dalam hatinya, nuraninya gelap dan tak mampu mencerna serta menginterpretasikan apa pun, termasuk mukjizat besar yang dilakukan Yesus. Kaum penindas kebenaran ini sejatinya buta, tuli, miskin, dan telanjang secara rohani, tetapi merasa kaya raya, matanya celik, dan berjubah kemilau. Kebulatsepakatan untuk membunuh Yesus justru terjadi setelah kaum Farisi dan ahli Taurat itu menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri, Lazarus dibangkitkan oleh Yesus dari kubur, setelah tiga hari  dimakamkan. Ini merupakan bukti, bahwa mukjizat tak dengan serta-merta membuat orang menjadi percaya kepada Sang Kebenaran.
Yohanes 11: 53 memberikan kesaksian: Mulai dari hari itu (hari pembangkitan Lazarus dari kubur) mereka (Imam Besar Kayafas, orang-orang Farisi, dan Mahkamah Agama) sepakat untuk membunuh Dia (Yesus).
Jadi, bukan merupakan sesuatu yang baru jika kebenaran itu dimatikan oleh para penguasa (diwakili pemerintah Roma), kaum religius, tentara, dan orang-orang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. Kuasa dan pengaruh yang jatuh ke tangan manusia yang tak beres rohaninya, justru akan digunakan untuk menindas dan mematikan kebenaran. Dengan kata lain, yang berkuasa dan berpengaruh itu harus beres rohani dan pikirannya.

Menebar berita dusta
          Setelah Yesus benar-benar bangkit pada hari ketiga, apa yang terjadi dengan orang-orang yang melawan-Nya? Mereka segera sadar akan kesalahannya? Meminta maaf? Tidak. Justru mereka mengambil langkah yang semakin nekat dan sesat.
            Matius 28: 11-15 memberikan kesaksian bahwa para petinggi dari Mahkamah Agama mengambil keputusan untuk menjalankan politik uang. Ayat 12 menyatakan bahwa mereka memberikan sejumlah besar uang kepada para prajurit Roma yang memberi tahu bahwa kubur Yesus telah terbuka dan mayat Yesus tak ada lagi.
            Para petinggi Mahkamah Agama ini lalu mengharuskan para tentara Roma untuk menyiarkan berita bahwa murid-murid Yesus telah mencuri mayat Yesus ketika mereka sedang tidur. Ini menjadi bukti adanya politik uang yang dipergunakan untuk menebarkan berita dusta.
            Mari kita berpikir dengan akal sehat. Makam Yesus itu dijaga oleh sejumlah prajurit Roma dengan senjata lengkap selama 24 jam sehari. Makam Yesus itu ditutup dengan batu besar yang sangat berat. Kemungkinan ada orang menyusup ke makam saja sulit, apalagi mencuri mayat yang notabene sudah dibungkus dengan kain kafan dan diberi ramuan wewangian seberat beberapa puluh kilogram. Jika memang ada pencuri, maka pencuri itu paling sedikit harus berjumlah 6-7 orang untuk dapat menggulingkan batu makam. Pencuri tersebut harus bisa bekerja cepat dan tak bersuara ketika prajurit Roma sedang tidur. Mungkinkah batu besar itu tak mengeluarkan suara berisik ketika didorong oleh 6-7 orang? Mungkinkah para prajurit Roma semuanya terlena dalam tidur nyenyak dan tak mendengar suara apa pun? Seandainya mayat Yesus dicuri, lalu dibawa/disembunyikan ke mana? Mungkinkah proses pengangkutan mayat itu lolos dari penjagaan ketat prajurit Roma?
          Jawaban atas rentetan pertanyaan tersebut adalah: ”Tidak”.  Pencurian mayat Yesus oleh murid-murid-Nya merupakan peristiwa yang sangat mustahil terjadi. Akan tetapi, justru hal yang mustahil terjadi inilah yang gencar diberitakan oleh manusia-manusia bayaran ke seantero masyarakat Yahudi.
            Dari kisah di atas, kita juga memperoleh pengajaran bahwa jubah agama dapat dijadikan sebagai kedok untuk menutupi perbuatan jahat. Bukankah kesalehan ragawi banyak dipertontonkan di ruang sidang pengadilan di negara kita sekarang ini? Orang-orang ’religius’ seperti ini sungguh lebih celaka ketimbang orang ateis yang mampu menaati hukum.
            Politik uang bisa dipergunakan untuk menebarkan berita dusta apa saja. Bisa pula dipergunakan untuk memelintir kebenaran sejarah, sehingga masyarakat hanya bisa menerima dan mewarisi kepalsuan. Politik uang bisa digunakan oleh pihak tertentu untuk meraih tujuan. Pendek kata, politik uang bisa digunakan untuk mengubah hitam menjadi putih, dan sebaliknya. Orang-orang yang melakukan politik uang seperti ini merupakan orang-orang yang sudah mati nuraninya. Orang-orang seperti ini tidak layak sama sekali dijadikan pemimpin. Orang-orang seperti ini hanya pas untuk menjadi penyembah Mamon. Tak lebih dari itu. Mereka akan binasa bersama uangnya.
           Penulis jadi teringat akan berita tentang cara Mao Zedong menggunakan strategi dusta untuk mencuci otak rakyat Tiongkok. Pemimpin partai komunis Tiongkok pada zamannya ini berpendapat bahwa jika dusta itu diceritakan terus-menerus secara konsisten beribu kali, maka dusta akan diterima sebagai kebenaran. Hal ini merupakan tragedi besar dalam dunia komunikasi. Kebenaran sudah diputarbalikkan.
        Uang – terutama dalam jumlah banyak – memang sangat menggiurkan bagi manusia berdosa untuk melakukan dusta apa saja. Daya tariknya bak magnet berukuran raksasa. Dan biasanya uang itu berjalan seiring dengan pangkat atau kedudukan. Semakin tinggi kedudukan seseorang, semakin besar pula kemungkinan untuk memiliki uang dalam jumlah besar. Itu sebabnya, di zaman sekarang ini – terutama di masa kampanye – sejumlah oknum menebarkan jala politik uang agar dirinya bisa terpilih sebagai pejabat tinggi. Yang ditujukan kepada kaum akar rumput, uang diganti atau ditambah dengan bonus nasi bungkus.
         Uang yang seharusnya menjadi sarana untuk melakukan pekerjaan baik bagi kesejahteraan rakyat justru dipakai penguasa untuk memperkaya diri. Itu sebabnya, salah satu syarat penting menjadi petinggi negara haruslah orang yang takut akan Tuhan. Menurut kitab Amsal 9: 10 takut akan Tuhan adalah permulaan hikmat. Orang yang sungguh-sungguh takut akan Tuhan, tidak akan berbuat neko-neko.
      Setiap orang memerlukan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Masalahnya, orang berdosa berkecenderungan untuk bersifat tamak. Sudah punya satu, ingin punya dua. Sudah punya dua, ingin punya 10, dan seterusnya. Ada yang mengatakan bahwa harta itu seperti air laut, makin ditenggak, makin merasa haus. Terkait dengan ketamakan, Mahatma Gandhi pernah mengatakan bahwa dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh umat manusia; tetapi dunia ini tak pernah cukup untuk memenuhi keserakahan satu manusia saja.
          Sementara itu, 1 Timotius 6: 10 memberikan peringatan kepada kita bahwa cinta uang adalah akar segala kejahatan. Karenanya, marilah kita bersama-sama menggunakan uang kita dengan penuh hikmat. Kiranya Tuhan menjauhkan kita dari segala permainan kotor politik uang.
        Sebagai penutup, izinkanlah penulis mengutip seruan yang beberapa kali didengungkan dari mimbar GRII, ”Carilah uang sebanyak mungkin, tabunglah uang sebanyak mungkin, dan berikanlah uang sebanyak mungkin untuk mendukung pekerjaan Tuhan.” Kemungkinan kutipan ini berasal dari seruan John Wesley kepada jemaatnya. Dua kalimat pertama mungkin membuat jemaat menganggukkan kepala, tetapi kalimat ketiga mungkin membuat jumlah jemaat yang menganggukkan kepala berkurang. Anda sendiri bagaimana? Menganggukkan kepala satu kali, dua kali, atau tiga kali? Atau tidak mengangguk sama sekali? Anda tak perlu memberikan jawabannya kepada saya. Jawaban Anda ada di relung hati Anda sendiri.

Soli Deo Gloria!

***



                                              

Puisi Apresiasi untuk R.A. Kartini

Puisi ini merupakan salah satu puisi yang tercantum dalam buku Antologi Puisi ciptaan saya yang bertajuk "Aku Bukan Anjing Piaraan".


Sekuntum Bulan buat Perempuan
Oleh Budianto Sutrisno

Awalnya...
Mendung menggantung di dunia perempuan
Mereka hanya bisa pasrah tanpa bersekolah
Membisu beku tanpa pendidikan
Legam kelam, lusuh berpeluh
Disekap asap, diterpa jelaga dapur
Hanya dipandang sebelah mata oleh kaum pria

Namun dua abad silam
Sang bayu bertiup mengusir mendung, menyirnakan awan kelabu berdebu
Muncul seorang perempuan, sang pembaharu, dari pesisir Jepara
Raden Ajeng Kartini, begitulah sapaannya

Kartini...
Kaulah Srikandi yang gigih memperjuangkan hak perempuan
Yang tak pernah berhenti mengejar kemajuan
Sampai kau dijemput dan dipeluk ajal

Kartini...
Kaulah segar mekar bunga
Melati nan indah berseri
Menebar keharuman abadi
Bersemi di lubuk sanubari para putri

Kartini...
Pancaran cahayamu menyinari jejak langkah kaum perempuan
Menerangi jalan kami yang semula kelam

Kau membiaskan cahaya di tengah kegelapan
Kau tampil sebagai purnama yang menyinari bangsa
Kau, sekuntum bulan nan memendarkan harapan kaum perempuan

Berkat karyamu, kaum perempuan mengenyam nikmatnya pendidikan
Berkat upayamu, perempuan duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi
Dengan kaum lelaki
Bahu-membahu berkarya cipta di Bumi Pertiwi

Terima kasih untuk sinarmu
Yang tak membiarkan kami terkungkung dalam kegelapan
Terima kasih untuk cahayamu
Yang tak merelakan kami dibelenggu kebodohan
Terima kasih atas inspirasimu
Yang mendorong kami terus maju dan melaju

Akhirnya…
Sekuntum bulan itu telah menghantar kami meniti awan
Menggapai bintang-gemintang       



Thursday, April 10, 2014

Puisi "80 Besar" Bertema 'Bencana'


Puisi ini diikutsertakan dalam Lomba Cipta Puisi 2014 bertema "Bencana" yang diselenggarakan oleh FAM Indonesia, dan dinyatakan sebagai salah satu puisi yang termasuk dalam "80 Besar". "Kemelut Kelud" bersama dengan 79 puisi pemenang lainnya, akan dicantumkan dalam buku Antologi Puisi yang diterbitkan oleh pihak penyelenggara.



Kemelut Kelud

Oleh Budianto Sutrisno

Ratap derita korban sinabung masih terdengar gemanya
tapi sudah disusul dengan kelud yang memuntahkan murka
gelegarnya mengguncang bumi
menyemburkan lahar panas membara
menebar kerikil dan debu kelabu
ke seantero penjuru

Rakyat berlari menghambur, menyelamatkan diri
terkejut, kalut dan takut
menghadapi kemelut kelud
dunia menjadi kelabu
dedaunan menguning layu
tujuh bandara ditutup tanpa daya
empat jenazah ditemukan sudah
anak sekolah libur mendadak
candi-candi menutup diri
tak terbilang hitungan rugi

Hatiku didera tanya
mengapa belakangan ini amuk alam begitu dahsyat
seiring meningkatnya ketidakadilan yang menzalimi rakyat
sejalan dengan mengguritanya ketamakan penguasa jahat
yang hanya membuat rakyat makin melarat?
hatiku menjawab sendiri
inilah cara Tuhan mengirimkan isyarat
kepada umat manusia untuk segera bertobat
yang tegar tengkuk, akan dilumat laknat

Kesombongan dan ketamakan perlu digodam sampai remuk rata
hati yang beku membatu perlu dibuat hancur
’gar pelita nurani terang menyala
dan keadilan pun teguh bertakhta

Tabahkan hatimu, saudara-saudaraku
badai ini pasti ’kan berlalu
doaku menyertaimu

***