Wednesday, November 7, 2018

Krisis Akhlak di Kalangan Pemuda Indonesia, Apa Penyebab dan Solusinya?

Materi esai yang penulis beri judul "Krisis Akhlak di Kalangan Pemuda Indonesia, Apa Penyebab dan Soluisinya?" ini telah berhasil menyabet Juara III dalam lomba cipta esai yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Syarif Hidayatullah (Unsyiah).
Lomba cipta esai ini mengambil topik "Peran Pemuda dalam Menghadapi Krisis Moral Generasi Muda Indonesia pada Era Milenial".
Soli Deo Gloria!

Krisis Akhlak di Kalangan Pemuda Indonesia, Apa Penyebab dan Solusinya?

Oleh Budianto Sutrisno


          Tak pelak, krisis akhlak atau dekadensi moral telah merebak di kalangan pemuda Indonesia, bahkan ada pula yang menimpa anak Sekolah Dasar.
        Hampir setiap hari kita dipapar dengan berita-berita miring – tentang tawuran, seks bebas, narkoba, mabuk minuman keras, pemalakan, pornografi, tindak kekerasan terhadap guru, dan lain sebagainya – di berbagai surat kabar maupun media sosial. Yang menakutkan adalah munculnya pendapat yang menyatakan ’bukan pemuda kalau tak terlibat dalam kemerosotan akhlak’. Ini sama saja dengan menggeneralisasikan dan mengidentikkan pemuda dengan kerusakan moral. Benarkah demikian?

Sumber masalah
            Masa remaja dan pemuda merupakan masa yang sangat kritis, karena para kawula muda ini sedang mencari jati diri dan cenderung ingin mencoba sesuatu yang baru, yang belum tentu bersifat positif. Sesuatu yang baru ini terutama terkait dengan tren budaya dan gaya hidup yang bersifat global. Mereka sangat memerlukan tokoh panutan (role model) dalam hidupnya, agar tidak sesat di jalan. Tokoh panutan yang efektif adalah orang tua mereka sendiri, guru atau sosok yang dituakan.
            Celakanya, sejumlah orang tua dan guru justru tak mampu memberikan suri teladan yang positif bagi generasi muda. Belum lama ini, penulis membaca laporan yang cukup mengejutkan yang diliput oleh Tempo Co. Laporan itu menyatakan bahwa 57% guru di sekolah negeri bersifat intoleran terhadap orang yang memeluk agama berbeda.
Bayangkan, lebih dari separuh guru justru memberikan contoh yang tidak terpuji kepada peserta didiknya. Tidak mengherankan, bila akhir-akhir ini perbuatan ekstrem radikal sering terjadi, dan kebanyakan pelakunya adalah para pemuda..
            Beberapa hari yang lalu juga terbetik kabar, seorang guru wanita di sebuah SMP Negeri di Jakarta, secara terang-terangan menebarkan kebencian terhadap Presiden Jokowi kepada peserta didiknya. Menurut hemat penulis, orang dengan perilaku dan kepribadian seperti ini, sama sekali tidak layak menjadi guru.
            Sementara itu, BBC Indonesia edisi 18 Oktober 2018 melaporkan hasil survei yang membuat penulis terperangah. Survei yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam  dan Masyarakat (PPIM) Universitas Negeri Syarif Hidayatullah ini menyatakan bahwa 6 dari 10 guru Muslim memiliki opini intoleran terhadap pemeluk agama lain. Survei ini dilakukan dengan mengambil sampel 2.237 guru Muslim dari 34 provinsi di Indonesia.
            Jadi, kalau kita telusuri sumber masalah utama terjadinya krisis akhlak di kalangan pemuda adalah tidak cukupnya tenaga guru yang sanggup memberikan suri teladan positif kepada peserta didik. Pemberian suri teladan positif ini sangat besar pengaruhnya bagi anak muda sejak mereka duduk di bangku SD sampai SMA.
            Dalam kaitan ini, penulis sangat setuju dengan sistem pendidikan di Jepang yang tidak memberikan ulangan sampai siswa duduk di bangku SD kelas III (usia sekitar 8 tahun). Pendidikan etika sangat dipentingkan untuk anak-anak prausia SD kelas IV. Mereka dididik bagaimana mengantre dengan baik, bagaimana menolong sesama, bagaimana menghormati teman, orang tua, dan guru, bagaimana berdisiplin dalam berlalu lintas, bagaimana menjaga kebersihan diri serta lingkungan, dan lain sebagainya.
            Jadi, etika dan ajaran moral/agama diletakkan lebih dahulu sebagai dasar pendidikan yang kokoh, baru kemudian diajarkan hal-hal yang bersifat kognitif.

Penyebab-penyebab lain
            Jika ditelusuri lebih dalam, penyebab kedua krisis akhlak di kalangan pemuda adalah kaburnya penerapan nilai-nilai agama secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
            Pelajaran agama cenderung hanya bersifat tempelan, menghafal ayat-ayat suci tanpa menggali substansi relevansinya dengan situasi di zaman milenial ini. Di samping itu, sejumlah tokoh agama justru memberikan contoh yang tidak baik kepada generasi muda, karena mereka melakukan korupsi dan penyelewengan seksual. Atribut agama sering kali hanya digunakan untuk menutupi perbuatan yang tidak terpuji. Ujung-ujungnya para pemuda mengikuti jejak mereka. ’Yang senior boleh, mengapa kami tidak?’, mungkin begitu pola pikir para pemuda. Oleh karenanya, para pemuda perlu membangun kesadaran diri untuk tidak ikut-ikutan dalam arus yang keliru serta giat menerapkan ajaran agama secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
            Penyebab ketiga adalah pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi, terutama yang terkait dengan budaya dan gaya hidup. Globalisasi memiliki 2 sisi mata uang. Di satu sisi dapat mendorong kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan hubungan antarnegara, tetapi di sisi lain globalisasi dapat mengakibatkan terjadinya krisis akhlak di kalangan anak muda.
            Film-film produksi luar negeri (terutama dari negara Barat) sering kali menyajikan adegan yang kurang pantas, atau malah dapat dikategorikan ke dalam pornografi. Selain itu, siaran berbagai stasiun televisi – baik dari dalam maupun luar negeri – sudah menyerbu ke segala pelosok tempat. Banyak programnya yang mengandung adegan kekerasan, seks bebas, dan gaya hidup hedonistis. Belum lagi pengaruh negatif internet yang sudah mengglobal. Dari internet, siapa saja yang memiliki akses, dapat menonton berbagai film porno. Meskipun pemerintah telah melakukan pembatasan/pemblokiran terhadap situs-situs tertentu, tetapi kemajuan teknologi tetap memungkinkan para pemuda untuk menonton film-film atau acara di sejumlah situs porno yang sudah diblokir. Situs-situs porno ini sangat merusak akhlak para pemuda dan merampas waktu belajar mereka. Tugas belajar mereka menjadi terbengkalai.
Terkait dengan maraknya peredaran film-film porno, perkembangan selama 10 tahun terakhir ini menunjukkan tren yang berbeda. Kalau dulu para pemuda itu cenderung menjadi korban, sekarang mereka justru menjadi pelaku. Sejumlah pelajar melakukan adegan mesum yang direkam dengan video, lalu disebarluaskan ke masyarakat. Bahkan, hal tak senonoh itu dilakukan oleh 2 oknum mahasiswa dari sebuah perguruan tinggi beragama. Sanksi hukuman apa yang bisa membuat mereka jera? Rasa malu sepertinya sudah raib dari kepribadian mereka. Para pemuda tidak perlu menyebarkan berita-berita miring itu – termasuk juga berita hoaks – ke media sosial, apalagi berperan sebagai pelaku.
Yang lebih mengerikan, cara merakit bom pun dapat dipelajari serta ditiru lewat internet. Sungguh sangat berbahaya! Inilah efek samping kemajuan teknologi yang berpotensi membuat kekacauan di mana-mana.
Para pemuda perlu menyadari bahwa tugas utama mereka adalah untuk belajar, mempersiapkan diri menjadi pemimpin bangsa, sehingga tak perlu menyia-nyiakan waktu untuk hal yang tak berguna.
Penyebab keempat adalah salah pergaulan. Manusia memang merupakan makhluk sosial yang harus berinteraksi dengan manusia lain. Masalahnya, manusia itu memiliki watak dan perilaku yang bisa bersifat positif maupun negatif.
Karenanya, para pemuda perlu memperoleh bimbingan dan pengarahan – dari orang tua maupun guru – dalam hal pergaulan. Pemuda itu sendiri harus membangun semacam ’filter’ yang menyaring mana pergaulan yang positif dan mana yang negatif. Bukankah ada pemeo yang mengatakan ’Bergaul dengan tukang arang, akan ikut tercoreng warna hitam, bergaul dengan penjual parfum, akan ikut beraroma harum’?

Solusi yang tepat                                                                                                                   
         Solusi yang pertama dan utama adalah penyediaan tenaga guru yang mumpuni di bidang pembelajaran moral, baik secara teori maupun praktik. Rekrutmen guru perlu diperketat dengan tes psikologi yang kredibel untuk mendudukkan orang yang tepat sebagai pendidik yang bermoral tinggi dan bertanggung jawab serta mampu menjadi panutan.
            Berkaca pada banyaknya guru yang intoleran terhadap orang yang memeluk agama lain, pemerintah – dalam hal ini Kemendikbud – perlu memperhatikan segi heterogenitas lingkungan guru dan siswa dalam proses belajar mengajar, terutama lingkungan guru. Heterogenitas ini terutama mencakup segi agama dan ras. Homogenitas pergaulan guru dalam sekolah cenderung menghasilkan orang-orang berwawasan sempit dan bertindak radikal. Pada 10-20 tahun yang lalu, situasi lingkungan pergaulan guru jauh lebih heterogen dibandingkan dengan situasi sekarang ini. Itu sebabnya, calon siswa dan orang tua siswa perlu memastikan bahwa lingkungan guru di sekolah itu bersifat heterogen sebelum menjatuhkan pilihan hendak bersekolah di mana.
            Solusi kedua adalah perbaikan kurikulum. Pelajaran tentang menghormati perbedaan atau kebinekaan perlu dimasukkan ke dalam kurikulum. Baik guru maupun peserta didik harus menyediakan waktu yang cukup untuk memperluas wawasan kebangsaan Indonesia yang memang ditakdirkan beragam. Para pemuda bisa mempelajari wawasan kebangsaan ini lewat buku-buku sejarah serta biografi tokoh-tokoh dunia yang berpengaruh.
Beragam suku bangsa, bahasa, budaya, agama, dan adat istiadat adalah sesuatu yang niscaya. Tidak ada seorang pun yang boleh merasa dirinya lebih hebat daripada yang lain.
            Di samping itu, pelajaran olahraga dan tugas-tugas kelompok bisa melatih para peserta didik untuk memahami orang lain yang berbeda. Pelajaran kesenian perlu diintensifkan, karena kesenian cenderung memiliki kekuatan untuk memperhalus etika dan perilaku. Demikian juga perlu digalakkan mata pelajaran budi pekerti untuk mengasah moral para pelajar. Satu hal lagi yang tak kurang pentingnya, mata pelajaran tentang HAM juga perlu dicantumkan di dalam kurikulum yang baru. Setiap warga negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama di depan hukum.
            Solusi ketiga adalah pemuda perlu membentengi diri dengan iman yang kuat, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Di sini, peranan guru agama sangat penting. Guru agama harus mampu memberikan contoh nyata bentuk cinta kasih, kebaikan, dan kedamaian dalam kehidupan nyata sehari-hari. Bukankah setiap agama itu pada hakikatnya mengajarkan cinta kasih, kebaikan, dan kedamaian?
Adalah mustahil bagi kita untuk meniadakan sama sekali pengaruh buruk globalisasi dan kemajuan teknologi. Para pemuda perlu menanamkan rasa takut akan Tuhan dalam hati mereka. Hal ini akan menghindarkan mereka dari pengaruh negatif globalisasi, kemajuan teknologi, dan salah pergaulan.

Kesimpulan
            Dari apa yang telah penulis paparkan di atas, maka solusi terhadap krisis moral para pemuda itu memerlukan peran serta dari berbagai pihak. Kita tak bisa bertindak sendiri-sendiri, karena masalahnya begitu kompleks. Diperlukan kerja sama yang baik di antara para pemuda, orang tua, guru, rohaniwan, tokoh-tokoh panutan, dan masyarakat luas.
            Menurut hemat penulis, guru dan orang tua siswa merupakan sosok yang berdiri di garda depan dalam mencegah dan menanggulangi masalah krisis moral para pemuda. Dan pencegahan selalu lebih baik ketimbang penanggulangan.
            Salah satu solusi pencegahan yang efektif adalah lewat menciptakan proses belajar mengajar dengan lingkugan guru dan siswa yang heterogen, sehinga para guru dan siswa dapat mengenal perbedaan sejak dini, dan tidak membenci orang lain yang berbeda. Kurikulum yang sekarang ini memang sudah selayaknya diganti dengan kandungan yang lebih relevan dengan situasi dan kondisi di zaman milenial ini.
            Semoga penggantian kurikulum bukan sekadar menjadi wacana dari tahun ke tahun tanpa realitas. Keterlambatan hanya akan merugikan kita sendiri sebagai bangsa yang besar. Dan kita perlu mengingat bahwa para pemuda inilah yang kelak akan menjadi generasi penerus bangsa.
            Sudah siapkah para pemuda untuk menjadi generasi yang bermoral baik dan memiliki intelektualitas tinggi?

***



Thursday, September 27, 2018

Bukankah Ombak Pasti Kembali ke Bibir Pantai?

Judul puisi bertema "Perjuangan, Romansa, dan Alam" berikut ini diilhami oleh 
salah satu ayat dalam Alkitab. Selebihnya adalah imajinasi penulis sendiri.
Para juri dalam lomba cipta puisi menyambut Hari Puisi Indonesia yang diselenggarakan oleh Keluarga Pencinta Sastra Ciputat, telah memilih puisi yang bertajuk "Bukankah Ombak Pasti Kembali ke Bibir Pantai?" ini sebagai Juara I. Silakan Anda menikmatinya.
Soli Deo Gloria!



Bukankah Ombak Pasti Kembali ke Bibir Pantai?

Oleh Budianto Sutrisno


               Bagaimana mungkin aku mampu melupakannya?
               begitu manis kala dicecap, begitu indah kala dikenang
      aku dan kau menapaki hamparan pasir putih
      lengan kananku melingkar di bahumu
      lengan kirimu melekat di pinggangku
      lidahku kelu ucapkan kata
      gelombang laut cerminkan gejolak di dada
      desir angin jadi bisikan mesra di telingamu
      senyum manis bibirmu adalah jawaban sejiwa denganku

               Bersama kita duduk berdampingan di bangku tepian pantai
      memandangi debur ombak laut biru
      yang selalu kembali ke bibir pantai
      kaulah ombak, aku bibir pantaimu
      sang ombak tertawa gelak
      sang bibir pantai mengulum senyum semringah
      gunung batu di tepi cakrawala sana mengamati dengan ceria
      bergayung sambut dengan sorotan seri surya pagi
      camar melayang, ikut bergempita dalam sorak sepakat semufakat

               Kau bilang kau ’kan merantau ke negeri seberang
      menimba ilmu, meraih mimpi
      tapi itulah persuaan terakhirku denganmu
      usai itu kau lenyap ditelan bumi
      tiada kabar, tiada berita
      aku jadi layang-layang putus tali

               Kini, tiap pagi aku terkurung dalam relung renung
      diempaskan deru ombak dan haru biru kenangan asmaraku
      bangku kosong itu jadi saksi bisu kerinduanku
      kerinduan yang tak tuntas dan tak berbalas
      kawanan camar sehati dan seperasaan denganku
      lantang gemakan gemuruh tanya di dadaku
      bukankah ombak pasti kembali ke bibir pantai?

               Jakarta, 26 Juli 2018

***


Friday, August 31, 2018

Glek… Glek… Glek… Asik tanpa Toxic!



Glek… Glek… Glek… Asik tanpa Toxic!

Oleh Budianto Sutrisno

           Sosoknya sangat atletis. Tinggi badan 185 cm, berat badan 80 kg. Pekerjaannya guru olahraga di sebuah SMP swasta di Jakarta. Dialah Tri Sulistyo, yang akrab disapa ’Pak Tri’ oleh murid-muridnya.  Tutur katanya sangat santun, sehingga Pak Tri menjadi salah satu guru favorit para murid.
            Pak Tri memang guru olahraga yang ideal; selalu tampil prima setiap hari, meski pak guru hebat dan ganteng ini mengajar untuk 12 kelas dalam seminggu. Setiap sesi pelajaran berlangsung selama 2 x 40 menit. Jadi, Pak Tri dalam seminggu menghabiskan waktunya di lapangan selama 80 x 12 = 960 menit, alias 16 jam. Sebuah aktivitas yang membutuhkan stamina tinggi serta kecukupan cairan tubuh untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
            Siang itu panas matahari begitu menyengat. Tampak Pak Tri sedang mengajarkan praktik bola basket  di lapangan. Dia menunjukkan bagaimana cara dribbling, menggiring bola dengan benar, jump shot, melempar bola sambil melompat, dan blocking untuk menghalangi lawan mencetak skor. Keringat bercucuran di sekujur tubuhnya.
Pilihan tepat untuk berasik tanpa toxic seusai beraktivitas.
Di bawah naungan pohon di tepi lapangan, saya memperhatikan Pak Tri – rekan sekerja saya – beraksi di lapangan. Kebetulan saat itu saya tidak ada jadwal mengajar.
            Saat rihat tiba, dengan dipenuhi rasa ingin tahu, saya bergegas bertanya kepada Pak Tri, ”Pak, apa sih rahasia Bapak sehingga selalu segar meskipun sudah 2 jam pelajaran memimpin olahraga; apakah Bapak tidak haus?”
            Dengan tersenyum, Pak Tri mengeluarkan isi tasnya seraya merespons pertanyaan saya, ”Haus sih haus, Pak Budi; tapi ini loh rahasia saya menghilangkan rasa haus sekaligus mencegah dehidrasi di tengah padatnya aktivitas.”
            Tampak di tangannya 2 botol minuman berwarna kuning muda. Saya amati. Ternyata minuman itu bermerek Natsbee Honey Lemon dari Pokka.
            ”Coba cicipi, Pak,” Pak Tri menyodorkan sebotol Natsbee Honey Lemon kepada saya.
            Tanpa basa-basi minuman berwarna kuning muda itu langsung saya teguk, ”Glek… glek… glek…, wah segarnya!”
            Ada rasa manis yang tak ’menyengt’ lidah bercampur dengan citarasa lemon yang sedikit masam serta segar.
            Gimana rasanya, Pak Budi,” tanya Pak Tri dengan wajah semringah.
            ”Enak dan segar banget, Pak, thanks,” sahutku dengan nada bersemangat, ”beli di mana, mahal ya, harganya?”
            ”Kombinasi madu dan lemonnya memang pas banget, sehingga enak rasanya, dan cocok untuk menghilangkan rasa haus, serta sama sekali tak mengandung pemanis buatan yang bisa membahayakan kesehatan. Bisa dibeli di mini market, dan harganya pun masih terjangkau oleh dompet kita sebagai guru, Pak Budi,” jelas Pak Tri sambil mengulum senyum, ”oh ya, lemon mengandung vitamin C, sehingga saya tak pernah sariawan lagi,” imbuh Pak Tri.
            Saya ikut menimpali, ”Setahu saya, kombinasi lemon dan madu itu berkhasiat untuk menghilangkan racun dalam tubuh, Pak Tri.”
            ”Benar, Pak Budi; racun itu bisa berasal dari gaya hidup tak sehat dalam mengonsumsi makanan dan minuman, stres, atau dari udara kotor yang kita hirup; Natsbee Honey Lemon dapat berfungsi baik untuk detoksifikasi,” jelas Pak Tri, ”apalagi setiap hari saya harus mengendarai sepeda motor dari Depok ke Jakarta, sehingga berpotensi menghirup udara berpolusi.”
            ”Oh begitu, tak mengherankan bila Bapak mengonsumsi Natsbee Honey Lemon dari Pokka setiap hari.”
            ”Benar, Pak Budi; inilah yang dinamakan asik tanpa toxic.”

***
            Sejak memperoleh penjelasan dari Pak Tri, di meja kerja saya selalu tersedia 1-2 botol Natsbee Honey Lemon dari Pokka. 
Senantiasa tersedia di meja kerja setiap hari.
             Selaku guru yang mengampu mata pelajaran Bahasa Inggris, saya perlu memiliki kesehatan yang baik, terutama jangan sampai mengalami tenggorokan kering dan serangan sariawan. Karenanya, setiap jam isitrahat tiba, saya selalu mengonsumsi Natsbee Honey Lemon, sehingga saya tak pernah mengalami gangguan dalam memberikan pelajaran di kelas maupun laboratorium bahasa.
            Terima kasih Pak Tri dan Natsbee Honey Lemon yang telah membawa saya ikut terjun dalam dunia asik tanpa toxic.
            Memang Natsbee Honey Lemon mampu membersihkan hari-hari aktif Anda dan saya dari polusi, stres, dan gaya hidup tidak teratur.


#AsikTanpaToxic  #BersihkanHariAktifmu dari polusi, stres, dan gaya hidup tidak teratur dengan Natsbee Honey Lemon!



           

Friday, August 3, 2018

Pendidikan Karakter di Sekolah, Seperti Apa Wujudnya?

Tulisan bertajuk "Pendidikan Karakter di Sekolah, Seperti Apa Wujudnya?" ini merupakan tulisan
dengan tema "Pendidikan Karakter di Zaman Keder".
Di ajang kompetisi Guru Menulis Tingkat Nasional yang diselenggaraka oleh
Muhammadiyah Antapani Primary Secondary School, tulisan ini telah terpilih sebagai Juara II.
Kiranya karya tulis ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi para insan 
yang bergerakdi dunia pendidikan di Indonesia.
Soli Deo Gloria!


Pendidikan Karakter di Sekolah, Seperti Apa Wujudnya?

Oleh Budianto Sutrisno


       Di dalam kurikulum yang berlaku sekarang ini – Kurikulum 2013 – disebutkan adanya pendidikan karakter. Sekelompok orang mengatakan dengan nada skeptis bahwa pendidikan karakter itu hanya sekadar tempelan. Seperti apa wujud nyata pendidikan karakter itu? Mari kita mencoba untuk membahasnya.

Kegagalam lembaga pendidikan
           Pertanyaan mendasarnya adalah: Perlukah pendidikan karakter? Untuk menjawabnya, mari kita lihat sejumlah keadaan di tanah air. Kita menyaksikan fenomena tawuran sering terjadi di antara para siswa di banyak kota di Indonesia. Aksi kekerasan dan kebrutalan semakin merajalela. Paparan pornografi dan penyalahgunaan narkoba semakin marak. Siswa berani memukul guru, bahkan sampai guru meninggal dunia. Dan astaga! Bocah SD jatuh ke dalam pelukan pelacur tua di Jawa Timur. Dan masih banyak lagi. 
            Hal-hal yang memprihatinkan ini menandakan gagalnya institusi pendidikan di Indonesia dalam memberikan pendidikan karakter bagi para siswa.
             Sejatinya, keluarga merupakan peletak dasar utama pendidikan karakter, karena siswa lebih banyak meluangkan waktunya dalam keluarga ketimbang di sekolah. Dengan demikian, guru perlu bekerja sama dengan orang tua siswa, karena pendidikan di sekolah dan di rumah itu harus sinkron satu dengan yang lain. 
         Tak pelak, guru dan orang tua harus menjadi suri teladan yang baik bagi setiap siswa. Bayangkan, bila seorang guru berniat menanamkan karakter disiplin kepada siswa agar tidak datang terlambat, misalnya, tetapi guru itu sendiri sering datang terlambat. 
           Bila ini terjadi, jangan berharap siswa mau memperhatikan nasihat atau masukan dari guru yang bersangkutan, karena siswa telah kehilangan kepercayaan terhadap gurunya sendiri. Jadi kunci utamanya adalah kepercayaan siswa terhadap guru. 
          Apa sih sebenarnya pendidikan karakter itu? Pendidikan karakter adalah pendidikan yang diberikan untuk menyiapkan keterampilan siswa guna menghadapi kenyataan-kenyataan di dalam kehidupan nyata sehari-hari. Bagaimana membawa diri dalam pergaulan, bagaimana harus berbicara santun, bagaimana harus bertoleransi kepada orang lain, bagaimana menyikapi kenaikan harga bahan bakar, listrik, dan lain sebagainya. 
           Orang tua mana yang tak menginginkan anaknya menjadi pribadi yang berintelektualitas tinggi sekaligus memiliki perilaku yang baik dan menghormati orang lain? Prestasi akademis sering diutamakan. Akan tetapi, perlu kita ingat bahwa sukses dalam kehidupan itu tidak selalu bergantung pada kemampuan akademis seseorang.

Bermacam pendapat
Ada  pihak yang menyatakan bahwa pendidikan karakter itu adalah membuat siswa melakukan apa yang diperintahkan oleh guru. Hal semacam ini membawa kita kepada pembebanan suatu sanksi dan sistem ’hadiah dan hukuman’ yang hanya berdaya guna untuk sementara saja. Pemberian ’hadiah dan hukuman’ tak memberikan dampak yang menolok bagi perubahan karakter dalam jangka panjang.
Di samping itu, sistem ini hanya membuat siswa menjadi pengekor gurunya dan tidak terlatih untuk mengekplorasi pengalaman hidup lebih jauh. Eksplorasi memungkinkan siswa mengalami sendiri berbagai tantangan dan kesulitan yang membentuk mereka menjadi pribadi yang tekun, tangguh, dan mandiri. Dan setiap siswa itu adalah pribadi yang unik. Karenanya, janganlah kita mencoba membuatnya menjadi copy cat guru. Tugas guru – seperti yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara – adalah tut wuri handayani (dari belakang ikut memberikan dorongan dan arahan). Guru perlu menekan atau mengurangi ego-nya dalam mempraktikkan pendidikan karakter. Guru dan siswa perlu sama-sama mengasah keterampilan dalam mengembangkan karakter yang baik.
 Berdasarkan studi Dr. Marvin Berkowitz – seorang pakar pendidikan karakter dari University of Missouri, St. Lois – ternyata pendidikan karakter memiliki pengaruh besar terhadap peningkatan motivasi siswa untuk meraih prestasi. Pada kelas-kelas tertentu terdapat penurunan drastis perilaku negatif siswa yang menghambat keberhasilan akademis. Hal ini muncul, karena salah satu tujuan pendidikan karakter adalah untuk mengembangkan kepribadian yang berintegritas terhadap nilai dan aturan yang ada. Bila siswa berintegritas, maka ia akan memiliki keyakinan terhadap potensi diri untuk menghadapi hambatan dalam belaja.

Wujud nyata                                                                                                                                     
         Jika ditanya tentang apa dan bagaimana wujud pendidikan karakter itu, maka penulis selalu merujuk pada pendidikan karakter di sejumlah SD di Jepang.
        Setiap jam makan siang, para siswa sudah berbaris rapi di ruang makan, lalu memberikan hormat kepada juru masak. Seusai makan, mereka membersihkan sendiri seluruh peralatan makan mereka, lalu mengepel lantai. Ya, mengepel lantai secara beregu. Sebuah contoh nyata bagaimana pendidikan karakter sudah ditanamkan sejak usia dini. Benar-benar melatih siswa untuk berdisiplin, mandiri, dan mengerti tanggung jawab.
        Pendidikan karakter itu mencakup ranah pengetahuan (cognitive), perasaan (affective), sikap (attitude), dan tindakan (action). Harus mampu memberikan ’asupan’ bukan hanya bagi raga, tetapi sekaligus juga bagi jiwa berupa moralitas untuk menentukan sikap baik-buruk atau benar-salah. Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter harus dilakukan dengan mengacu kepada grand design tersebut.
           Itu sebabnya dalam pelajaran Agama, misalnya, jangan hanya ditekankan aspek berdoa dan ibadah saja, melainkan juga bagaimana menerapkan secara nyata ajaran agama dalam kehidupan sosial di tengah masyarakat yang majemuk.
       Pesan dalam story telling, menurut hemat penulis, merupakan salah satu cara ampuh untuk menyampaikan pendidikan karakter kepada para siswa. Para siswa dapat secara bergantian membawakan story telling dalam acara di dalam kelas maupun acara-acara penting yang diselenggarakan oleh pihak sekolah, misalnya HUT sekolah dan peringatan hari raya tertentu. Di sini pesan pentingnya tidaklah secara masif diindoktrinasikan kepada para siswa, namun nilai-nilai moral yang baik dapat tertanam ke dalam hati dan pikiran mereka secara ’lembut’. Inilah yang disebut sebagai pendekatan soft-selling dalam komunikasi pemasaran. Lembut itu kuat.
          Martin Luther King mengatakan bahwa kecerdasan plus karakter… itu adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya (Intelligence plus character… that is the goal of true education).
          Jika tokoh besar kaliber dunia – yang memiliki rekam jejak karakter positif – telah mengatakan betapa pentingnya peran pendidikan karakter, masihkah kita ragu-ragu untuk menerapkannya?
         Tantangan – terutama bagi para guru – memang berat. Akan tetapi, janganlah pendidikan karakter membuat kita keder dalam menerapkannya di tengah zaman yang penuh dengan gejolak negatif.
        Pendidikan karakter merupakan kunci membangun peradaban bangsa yang memanusiakan manusia.

***

Saturday, July 28, 2018

Butiran Perekat Cinta

Puisi 16 baris bertemakan "Gerimis" ini telah terpilih sebagai salah satu dari "5 Puisi Terbaik" dalam lomba cipta puisi yang diselenggarakan oleh Penerbit Harasi.
Silakan menikmatinya.
Soli Deo Gloria!


Butiran Perekat Cinta

Oleh Budianto Sutrisno


                Remang petang itu jadi saksi nirsuara
                kebisuan kita berdua melewati padang rerumputan
                pucuk-pucuk teki riang menari, tapi hatiku dan hatimu tumbuh duri
                menyekat dan menusuk dada kita berdua
                bukankah beda antara dua insan itu niscaya?
                mengapa beda harus membuat kita terluka?

                Langit menjawab keluhanku dengan guntur, dan gerimis pun turun
                segera kukembangkan payung
                kugamit pinggang rampingmu dalam dekapku
                sepayung kita berdua, menepis kuyup basah
                bunyi tik-tak tik-tak gerimis menautkan hati kita kembali
                senandung cengkerik dan kodok menyatukan detak jantung kita berdua
                sepadu, seirama dalam harmoni nada serasi
                air mataku berderai di tengah rinai gerimis
                bukan karena dukacita, melainkan karena sukacita
                kala kusadari, ternyata gerimis itu butiran perekat cinta


                Jakarta, 30 Juni 2018

***


Monday, April 30, 2018

Ranjang Dewaku Jadi Piatu

Puisi dengan tema bebas berikut ini berjudul "Ranjang Dewaku Jadi Piatu". Puisi ini
diikutsertakan dalam lomba cipta puisi Umar Art II dan telah  terpilih sebagai Juara IV.
Kebajikan dan kemurahan Tuhan selalu menyertai setiap langkahku  hingga 
penghujung April dan awal Mei ini, bahkan hingga selamanya.
Soli Deo Gloria!

Ranjang Dewaku Jadi Piatu

Oleh Budianto Sutrisno


             Dulu di ranjang itu...
             suara manjamu acap mendesah, merayap rayu ke gendang telingaku
             kau dan aku bak pasangan arjuna-supraba
             terlena di ranjang dewa asmara, dan ikrarkan janji suci
             ’tuk sesuka, seduka, secita, dan seluka sepanjang hayat
             masih terbayang dalam ingatan dan masih melekat di pelupuk
             kala kau bercerita tentang masa kecilmu mandi di kali bening
             seluruh pakaianmu hanyut terbawa arus
             kaupulang dengan tubuh hanya berbalut helai daun pisang
             kugelakkan tawaku dalam bahak, dan kautepuk mesra pipiku dalam gemas
             tirai dan kelambu ikut bergoyang, larut dalam canda ria
             bahagia mengalir tanpa jeda

             Tapi itu semua t’lah menjelma ranting dan daun layu yang berguguran
             kala goresan takdir memisahkan aku dan kau selamanya, tanpa belas
             entak petaka di kelok jalan itu
             t’lah membuatmu terlelap selamanya dalam pelukan maut
             hancur berderai butir-butir mutiara harapan yang lama kuuntai satu per satu
             janji seia sekata, senasib sepenanggungan, dan seiring sejalan itu
             buyar sudah ditelan kabut duka yang tak terseka
             meninggalkan siksa dera rindu yang tak berujung
             aku merindui lesung manis pipimu
             aku merindui aroma harum napasmu
             aku merindui cerita jenaka darimu
             aku merindui semua yang ada pada dirimu
             setiap tetes air mataku adalah butir rinduku yang mengalir ke muara entah

             Kenangan dua puluh purnama itu mengiris jiwaku setiap malam tiba
             pembaringan dewa itu cengkeramkan cekaman sepi yang gigilkan jiwa
             tiap kali kubaringkan tubuhku di sana, berjuta duri menusuk seluruh tubuhku
             ranjang dewa asmara berubah jadi ranjang sarat siksa
             ku tak kuasa lagi berbaring di atasnya
             sungguh, ku tak mengerti mengapa ranjang dewaku jadi piatu
             meski kini ku tak mengerti, suatu saat pasti kupahami
             seiring runtuhnya bukit kepedihan yang menindih hatiku


***



Sunday, April 1, 2018

Kubur Tak Kuasa Menghentikan-Nya

Puisi berikut ini penulis persembahkan untuk saudara-saudara seiman yang ikut
merayakan Paskah - Hari Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus.
Yesus Kristus telah bangkit, mengalahkan maut. Dia telah hidup, sehingga kita
juga beroleh hidup berkemenangan di dalam Kerajaan Terang-Nya.


Kubur Tak Kuasa Menghentikan-Nya

Oleh Budianto Sutrisno

Di pagi buta di hari pertama saat itu…
pendar sinar mentari mulai menembus kabut fajar
menepis gelap malam pekat
dua pasang kaki perempuan bergegas menuju kubur
namun ternyata kubur telah kosong
karena Dia, Yesus Kristus, t’lah bangkit
t’lah mengalahkan musuh terbesar umat manusia, yakni maut
maut sudah ditunduktaklukkan-Nya
maut sudah ditelan di dalam hidup-Nya
sehingga kita boleh dipindahkan oleh lengan kasih-Nya
dari kerajaan gelap yang paling kelam
menuju Kerajaan Terang yang mulia

Aku dan kau tak perlu mencari Yang Hidup di antara orang mati
kar’na kubur-Nya kosong, menandakan Dia hidup
hidup yang menghidupi iman orang percaya
imanku dan imanmu
kita ucapkan ”Selamat tinggal” kepada lembah kegelapan
dan ketakutan akan bayang maut
kar’na sengat maut t'lah terenggut
maut terkulai, lunglai tanpa daya
kubur tak kuasa menghentikan-Nya
gelap dosa dan ngeri maut t’lah sirna
cahaya terang-Nya membuka lembar hidup baru kita
yang dipenuhi pengharapan baru dan kemenangan

Dia hidup, ’gar di mana Dia berada kita pun berada
’gar kita terus bersukacita hidup di dalam Dia
dan Dia di dalam kita
sampai kita bersua dengan Dia
muka dengan muka
di surga yang baka

***