Sunday, August 20, 2017

Zaman Sungsang

Peristiwa yang serbaterbalik di negara kita akhir-akhir ini telah mengusik dan menginspirasi
penulis untuk membuat puisi berikut. Mungkin ini yang disebut juga sebagai
"Zaman Edan" dalam ramalan Jayabaya.
Selamat menikmati!


Zaman Sungsang

Oleh Budianto Sutrisno


Dunia semakin tua dan rapuh
tak ubahnya kura-kura renta yang berjalan tertatih-tatih
diguncang zaman, digulung puting beliung pemorakporanda segala
jatuh terjungkir, telentang dengan punggung menghadap tanah
meronta tanpa daya
kaki hendak menapak langit, tapi tak kuasa
atas menjadi bawah, bawah menjadi atas
pas untuk kelelawar, tidak untuk kura-kura

Paradigma sungsang merambah ke mana-mana
fisik lelaki, tetapi mampu melahirkan
tampilan lembut jelita, eh… kok malah jadi petinju jagoan
rohaniwan pembawa sejuk damai justru rajin menabur benih permusuhan
perampok ganas malah diminta menjaga gudang harta
kaum pedofil diminta merawat anak-anak belia
penganjur hidup sederhana, malah paling gendut rekeningnya
teroris didapuk jadi pahlawan
pengayom rakyat justru jadi pemeras
takdir plural mau dibentuk tunggal
caci maki dianggap sanjung puji
pemimpin mumpuni malah dijebloskan ke bui, diganti pejabat nirprestasi
doa yang seharusnya serius dan khusyuk, dijadikan bahan ejekan yang menusuk
pelajar bukannya tekun belajar, melainkan gemar mengasah badik dan tawuran
guru yang seharusnya berbagi ilmu, malah jadi pagar makan tanaman
tak mampu berdansa, menyalahkan lantai yang tak berdosa
buruk wajah, cermin dibelah
dari waktu ke waktu, daftar sungsang terus bertambah

Bayi sungsang memang membahayakan dan merepotkan
zaman sungsang memicu berkobarnya api prahara
zaman sungsang ciptakan generasi limbung dan terhuyung
mabuk semerbak arak dan tuak zaman
zaman sungsang zaman kelelawar dan kampret bersukaria
berpesta pora di malam gulita
zaman sungsang bikin si polos kura-kura dalam nestapa
mau mengelus dada pun tak bisa
Ibu Pertiwi tenggelam dalam duka
matanya sembab, bergenang air mata
memikirkan hari depan putra-putri tercinta
adakah cara ‘tuk menepis mendung gelap pekat
dan menggantinya dengan pelangi kencana?
kiranya Yang Mahakuasa mendengar jeritan kalbunya


***



No comments:

Post a Comment