Peristiwa yang serbaterbalik di negara kita akhir-akhir ini telah mengusik dan menginspirasi
penulis untuk membuat puisi berikut. Mungkin ini yang disebut juga sebagai
"Zaman Edan" dalam ramalan Jayabaya.
Selamat menikmati!
Zaman Sungsang
Oleh Budianto Sutrisno
Dunia semakin tua dan rapuh
tak ubahnya kura-kura renta yang
berjalan tertatih-tatih
diguncang zaman, digulung puting
beliung pemorakporanda segala
jatuh terjungkir, telentang dengan
punggung menghadap tanah
meronta tanpa daya
kaki hendak menapak langit, tapi
tak kuasa
atas menjadi bawah, bawah menjadi
atas
pas untuk kelelawar, tidak untuk
kura-kura
Paradigma sungsang merambah ke
mana-mana
fisik lelaki, tetapi mampu
melahirkan
tampilan lembut jelita, eh… kok malah
jadi petinju jagoan
rohaniwan pembawa sejuk damai
justru rajin menabur benih permusuhan
perampok ganas malah diminta
menjaga gudang harta
kaum pedofil diminta merawat
anak-anak belia
penganjur hidup sederhana, malah
paling gendut rekeningnya
teroris didapuk jadi pahlawan
pengayom rakyat justru jadi pemeras
takdir plural mau dibentuk tunggal
caci maki dianggap sanjung puji
pemimpin mumpuni malah dijebloskan
ke bui, diganti pejabat nirprestasi
doa yang seharusnya serius dan
khusyuk, dijadikan bahan ejekan yang menusuk
pelajar bukannya tekun belajar,
melainkan gemar mengasah badik dan tawuran
guru yang seharusnya berbagi ilmu,
malah jadi pagar makan tanaman
tak mampu berdansa, menyalahkan
lantai yang tak berdosa
buruk wajah, cermin dibelah
dari waktu ke waktu, daftar sungsang
terus bertambah
Bayi sungsang memang membahayakan
dan merepotkan
zaman sungsang memicu berkobarnya
api prahara
zaman sungsang ciptakan generasi
limbung dan terhuyung
mabuk semerbak arak dan tuak zaman
zaman sungsang zaman kelelawar dan
kampret bersukaria
berpesta pora di malam gulita
zaman sungsang bikin si polos
kura-kura dalam nestapa
mau mengelus dada pun tak bisa
Ibu Pertiwi tenggelam dalam duka
matanya sembab, bergenang air mata
memikirkan hari depan putra-putri
tercinta
adakah cara ‘tuk menepis mendung
gelap pekat
dan menggantinya dengan pelangi
kencana?
kiranya Yang Mahakuasa mendengar
jeritan kalbunya
***
No comments:
Post a Comment