Dalam Sayembara Goresan Pena, karya tulisan dalam bentuk cerpen juga ikut dilombakan.
Cerpen bertajuk "Sup untuk Oma" ini telah memenangi penghargaan Juara IV dalam
lomba tersebut. Silakan Anda mencicipinya selagi masih hangat.
Soli Deo Gloria!
Sup untuk Oma
Oleh Budianto Sutrisno
Kristo, 6 tahun, adalah putra kesayangan
keluarga Pak Kristanto dan Bu Santi yang tinggal di sebuah kota kabupaten di
Jawa Tengah. Sungguh mereka merupakan contoh keluarga yang berbahagia. Betapa
tidak! Pak Kristanto memiliki karier yang sedang moncer sebagai seorang manajer penjualan di sebuah perusahaan
terkenal. Pintar bergaul, memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang cas-cis-cus. Kalau berbicara, tak ada
bedanya dengan orang Inggris asli. Maklum, Pak Kristanto adalah jebolan
Cambridge University yang termasyhur di seluruh jagat.
Bu
Santi, lulusan S-1 di bidang biologi dari sebuah universitas di Indonesia.
Perempuan ini membaktikan diri sepenuhnya sebagi ibu rumah tangga yang baik.
Orangnya ramah, lembut budi bahasanya, terampil mendidik anak, dan sangat
pandai memasak. Seluruh keluarga dan teman dekatnya sering dimanjakan oleh hobi
memasaknya. Berkat hobi memasaknya ini, ia sangat disayangi oleh ibu mertuanya,
Bu Triasih yang sering dipanggil dengan sebutan Oma Tri.
Sementara
itu, Kristo merupakan seorang pelajar yang mencetak prestasi tertinggi di
kelasnya. Bukan hanya itu! Anak pintar ini sangat patuh kepada orang tua dan
gurunya. Tidak ada perintah atau nasihat yang tak dipatuhinya. Hal-hal yang
tidak diketahuinya, selalu ditanyakan kepada orang tua dan gurunya; dan Kristo
selalu mendapatkan jawaban terbaik.
Nama-nama
tetumbuhan dan binatang dalam bahasa Latin, sudah dikenal oleh Kristo, karena
anak ini rajin bertanya kepada mamanya. Ia lancar menyebutkan oryza untuk padi, maizium untuk jagung, patata
untuk kentang, canis untuk anjing, feles untuk kucing, aves untuk burung, dan masih banyak lagi. Sedangkan untuk
istilah-istilah bahasa Inggris, Kristo banyak bertanya kepada papanya, sehingga
anak ini sudah mengerti ungkapan seperti take
it for granted, be my guest, in a nutshell, profit margin, dan lain sebagainya. Kemampuan seperti ini boleh
dibilang luar biasa untuk bocah berumur 6 tahun yang tinggal di kota kabupaten.
Kristo sungguh-sungguh menerapkan secara nyata nasihat yang sering dipaparkan
oleh mamanya, yakni ”Malu bertanya, sesat di jalan.”
Ketika
ditanya teman-temannya tentang pelajaran yang belum jelas bagi mereka, Kristo
tak pelit untuk memberikan jawaban. Dia menjadi anak yang disenangi, baik di
sekolah maupun di rumahnya sendiri.
Lebih
dari itu, sejak kedua orang tua Kristo tekun mempelajari isi buku The Seven Habits of Highly Effective People
karangan Stephen R. Covey, Kristo semakin mengerti makna disiplin dan tanggung
jawab.
Setiap
pagi, Kristo sudah dibiasakan bangun pukul 05.00. Dia harus membereskan tempat
tidur sendiri serta mematikan lampu-lampu di beranda depan ketika hari mulai
terang. Membuka pintu dan jendela sudah
menjadi kebiasaan rutinnya.
Tampaknya,
keluarga Pak Kristanto telah berhasil membentuk sinergi kompetensi yang baik
dalam keluarganya, sehingga mampu menghasilkan kualitas unggul dalam karier
maupun pendidikan bagi putra mereka. Kata orang pintar, telah terjadi perubahan
paradigma dalam keluarga Pak Kristanto. Tentu saja, perubahan yang bersifat
positif.
Di
suatu hari libur, Kristo melihat mamanya sudah menyiapkan bahan-bahan masakan
sejak pukul 6.00 pagi. Ada kentang, wortel, daging ayam, bawang merah, bawang
putih, bawang bombai, daun bawang, jahe, seledri, berbagai bumbu dapur, dan
lain sebagainya.
”Tumben
mama sepagi ini sudah siap memasak. Masak apa, Ma?” ujar Kristo.
”Coba
tebak, mama mau masak apa? Kristo ’kan anak pintar!”
”Dilihat
dari bahan-bahan dan bumbunya, mama pasti mau masak sup ayam jahe kesukaan
Kristo. Ya kan, Ma?” wajah Kristo tampak semringah.
”Tepat
sekali. Anak mama memang pintar!”
”Dan
penurut, Ma!” sergah Kristo dengan senyum melebar, ”tapi sepertinya porsinya
lebih banyak daripada biasanya. Kita kan cuma bertiga, Ma? Bukankah mama telah
mengajarkan agar kita tidak boros, berbelanja dan menggunakan segala sesuatu
sesuai dengan kebutuhan?”
”Benar,
Kris. Kita memang tidak boleh berlebihan. Kali ini, mama akan memasak dalam
porsi yang lebih banyak daripada biasanya, karena sebagian akan mama berikan ke
Oma Tri tercinta. Oma Tri sedang kurang sehat, perlu makan sup ayam jahe hangat
dan segar, agar kesehatannya cepat pulih kembali.”
”Oh,
begitu. Jadi, kita tidak boros, ya! Biar nanti Kristo yang kirimkan ke oma, ya
Ma! Dekat ini, ’kan oma tinggal di seberang rumah kita,” seru Kristo
bersemangat, ”pokoknya, kalau untuk Oma Tri, first things first, ya, Ma,” ujar si bocah sambil mengutip istilah
yang terdapat dalam buku karya Stephen R. Covey. Mengutamakan hal yang utama memang
sudah dipraktikkan seluruh keluarga Pak Kristanto, termasuk oleh Kristo.
Bu
Santi membalas komentar Kristo dengan sebuah senyuman. Hatinya berkata, ”Tak
percuma aku menanamkan kebiasaan baik sejak usia dini; anakku semata wayang
sudah mempraktikkan Seven Habits.”
Singkat
cerita, sup sudah selesai dimasak. Aroma sedapnya sungguh menggugah selera. Pak
Kristanto sudah siap di meja makan sambil memegang surat kabar.
Bu
Santi tampak menempatkan sup di mangkuk besar untuk dihidangkan di atas meja,
dan sebagian lagi ditempatkan di panci rantang untuk dikirimkan ke ibu
mertuanya.
”Kristo,
kamu hantarkan sup hangat ini ke rumah oma secepatnya. Oma suka sekali makan
sup hangat.”
”Baik,
Ma!” Kristo menjawab dengan nada gembira.
”Ingat
baik-baik pesan mama. Hati-hati, tunggu kendaraan lewat dulu, baru
menyeberang!”
”Beres,
Ma! Kristo mengerti maksud mama, kok!”
ujar si bocah sambil mengambil panci rantang dengan senyum simpul, ”Kristo akan
patuhi seluruh pesan mama.”
***
Setengah
jam berlalu, tetapi Kristo juga belum balik. Mungkin dia masih asyik ngobrol dengan oma tercintanya, pikir Bu
Santi.
Satu
jam… dua jam berlalu… tetapi Kristo belum juga menampakkan batang hidungnya. Bu
Santi mulai cemas.
Akhirnya,
tiga jam kemudian, Bu Santi dengan hati kebat-kebit
melihat anak kesayangannya berjalan gontai dengan wajah setengah mewek, masuk
ke rumah.
”Ada
apa, Kris?” tanya Bu Santi heran. Sementara pak Kristanto sambil membenahi
letak kacamatanya, menatap tajam wajah putra kesayangannya.
”Anu…,
Ma…” jawab Kristo tergagap.
”Anu
apa?” sergah sang papa, ”bukankah mama sudah minta kamu untuk hantarkan sup
hangat ke rumah oma? Kenapa kau sekarang malah mendiamkan sup itu sampai
menjadi dingin dan tak menghantarkannya ke rumah oma? Ada apa, Kris?”
”Tenang,
Kris! Ceritakan yang telah terjadi,” sang mama mencoba menghibur dengan nada
lembut. ”Bukankah kau anak yang sangat patuh pada mama dan papa? Apakah kau
lupa pesan mama sebelum berangkat tadi pagi?”
”Kris…,
Kristo tidak lupa pesan mama. Dari rumah sampai tepi jalan, Kristo terus
berkemak-kemik mengulang pesan mama supaya tak lupa: ’Hati-hati, tunggu
kendaraan lewat dulu, baru menyeberang!’”
”Benar.
Lalu mengapa sup itu belum juga kau hantarkan ke tempat oma?” sang mama bertambah
heran.
”Soal…
soalnya… Kristo sudah tunggu lama, tapi tak ada kendaraan yang lewat. Kristo
juga sudah coba bertanya kepada tukang roti sebelah dan pemilik warung beras
agar Kristo tak tersesat, seperti nasihat yang berulang kali mama sampaikan,
’Malu bertanya, sesat di jalan.’”
Bu
Santi mengernyitkan dahinya, ”Lalu?”
”Lalu
mereka mengatakan bahwa sudah berjam-jam tak ada kendaraan yang lewat.
Tampaknya sepanjang hari akan sepi. Jadi, Kristo belum bisa menyeberang jalan
untuk mengirimkan sup hangat kepada oma, karena belum ada satu kendaraan pun
yang lewat. Maafkan Kristo, Ma, Pa. Kristo hanya ingin mematuhi pesan dan
nasihat mama,” suara Kristo agak sesenggukan dan mukanya pucat.
”Ya
ampuun…, anakku Kristo!” seru Bu Santi kaget sambil mengusap-usap bahu putra
semata wayangnya, ”ya… sudahlah, bersihkan mukamu dulu, Kristo.”
Kristo
menunduk lesu dan mengayunkan langkahnya menuju ke kamar mandi.
Pak
Kristanto hanya bisa mengelus dada dan menggelengkan kepalanya. Dalam hatinya
seperti ada suara mengatakan, ’Patuh terkadang bisa bikin sasaran meleset
jauh; mau bertanya, tak selalu menjamin
orang tak sesat di jalan.’
”Ma,
rupanya anak kita ini perlu keluar dari zona nyaman agar dapat mengetahui lebih
banyak tantangan dan kesulitan hidup.,” Pak Kristanto memalingkan wajahnya ke
arah Bu Santi.
”Benar,
Pa, anak kita masih terlalu naïf untuk dapat memahami nasihat atau masukan,
sehingga dia cenderung memikirkan segala sesuatu secara harfiah. Pengalaman sup
ayam jahe yang dingin ini akan memberikan hikmah tersendiri baginya, juga bagi kita
berdua dalam menanamkan prinsip Seven Habits.”
”Dia
masih terlalu muda untuk dapat memahami substansi kehidupan. Akan tetapi papa
optimistis dia bakal menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas tinggi.”
”Siapa
dulu dong, mamanya?” suara Bu Santi penuh canda.
”Siapa
dulu dong, papanya?” balas sang suami dengan senyum simpul.
*****