Peristiwa terjadinya gerhana matahari beberapa waktu yang lalu telah menginspirasi
penulis untuk menggoreskan puisi berikut.
Puisi yang bernapaskan mitologi Jawa ini telah terpilih sebagai salah satu puisi pilihan - bersama dengan ketiga puisi pemenang - yang dibukukan oleh Stepa Pustaka dalam antologi puisi yang berjudul "Mengunduh Ikan-Ikan di Tubuh Ayah".
Soli Deo Gloria!
Lampias
Tamak Batara Kala
Oleh Budianto Sutrisno
Jika Batara Kala sedang berkobar
selera makannya
angkasa raya jadi panggung
pergelarannya
perut buncitnya berguncang-guncang
mengeluarkan bunyi kawah mendidih
yang bergelora
matanya melotot, merah, menikam
tajam
mulutnya menganga lebar
lidah panasnya terjulur keluar
berkepul uap hitam legam
ditingkah desis seram penuh cekam
mengendap, melesat, dan melahap
bola pijar mentari
ganas, beringas tanpa belas
seketika angkasa berselimut jelaga
kelam
semesta gulita penuh misteri
Tukang ramal dan paranormal sibuk
menghitung hari
kemak-kemik merapal mantra
menujum bakal datang bencana atau
rezeki
terjerat nafsu ’tuk mengerti apa
yang belum terjadi
lupa bahwa semua dalam kendali
Ilahi
hari depan bukan ada di tangan
peramal bebal
nasib tak ditentukan oleh benda
langit dan gerhana
tapi ada dalam genggaman Sang
Pencipta Semesta
yang tentukan awal dan akhir
yang membuat tiada menjadi ada
dan ada menjadi tiada
pergelaran Batara Kala hanya
berlangsung sementara
tanda kegelapan tak bakal bercokol
selamanya
tanda angkara murka itu ada
batasnya
tanda lampias tamak itu ada
akhirnya
tanda terang pasti gantikan
kegelapan
tanda terang berkuasa menaklukkan
kegelapan
***