Monday, March 28, 2016

Lampias Tamak Batara Kala

Peristiwa terjadinya gerhana matahari beberapa waktu yang lalu telah menginspirasi 
penulis untuk menggoreskan puisi berikut.
Puisi yang bernapaskan mitologi Jawa ini telah terpilih sebagai salah satu puisi pilihan - bersama dengan ketiga puisi pemenang - yang dibukukan oleh Stepa Pustaka dalam antologi puisi yang berjudul "Mengunduh Ikan-Ikan di Tubuh Ayah".
Soli Deo Gloria!




Lampias Tamak Batara Kala
Oleh Budianto Sutrisno

  

Jika Batara Kala sedang berkobar selera makannya
angkasa raya jadi panggung pergelarannya
perut buncitnya berguncang-guncang
mengeluarkan bunyi kawah mendidih yang bergelora
matanya melotot, merah, menikam tajam
mulutnya menganga lebar
lidah panasnya terjulur keluar
berkepul uap hitam legam
ditingkah desis seram penuh cekam
mengendap, melesat, dan melahap bola pijar mentari
ganas, beringas tanpa belas
seketika angkasa berselimut jelaga kelam
semesta gulita penuh misteri

Tukang ramal dan paranormal sibuk menghitung hari
kemak-kemik merapal mantra
menujum bakal datang bencana atau rezeki
terjerat nafsu ’tuk mengerti apa yang belum terjadi
lupa bahwa semua dalam kendali Ilahi
hari depan bukan ada di tangan peramal bebal
nasib tak ditentukan oleh benda langit dan gerhana
tapi ada dalam genggaman Sang Pencipta Semesta
yang tentukan awal dan akhir
yang membuat tiada menjadi ada
dan ada menjadi tiada
pergelaran Batara Kala hanya berlangsung sementara
tanda kegelapan tak bakal bercokol selamanya
tanda angkara murka itu ada batasnya
tanda lampias tamak itu ada akhirnya
tanda terang pasti gantikan kegelapan
tanda terang berkuasa menaklukkan kegelapan


***