Monday, June 30, 2014

Puisi tentang Dusta dalam Cinta

Setelah masuk dalam "13 Besar" dalam Lomba Cipta Puisi yang diselenggarakan oleh 
Fornusa Indonesia dan Alfita Collection tahun 2014, puisi "Terkoyak Panah Dusta" 
akhirnya menyabet Juara I.
Saya sungguh bersyukur kepada Tuhan Sang Maha Pemberi yang telah memberikan anugerah berlimpah kepada saya. Keberhasilan ini saya persembahkan bagi kemuliaan nama-Nya.
Soli Deo Gloria!


Terkoyak Panah Dusta

Oleh Budianto Sutrisno

Dalam belaian hangat sinar mentari pagi
di tengah kesiur embus bayu sepoi
sosokmu bak dewi jelita, muncul menyapa 
dari gerumbul puspa kehidupanku
mataku terpana, sukmaku terhanyut
dalam jilatan bara jagat cinta
yang berkobar memenuhi rongga dada

Kuungkapkan segala rasa dalam getar jiwa
hanya kepadamu semata
kau juga alirkan arus cinta mesramu kepadaku
berdua kita berjanji menjalin tali setia sampai nanti
tiap hari jadi musim semi
penuh bunga warna-warni yang meruapkan wangi

Tapi itu sepuluh purnama silam
kini, kutahu ternyata hatimu telah berpaling
janji setiamu hanyalah panah dusta belaka
yang melesat cepat dari gendewa asmara yang ternoda
kejam menghunjam ke relung hati
mengoyak rajutan cintaku yang telah tertata rapi
menyebarkan racun ke seluruh jiwa ragaku

Nganga luka ini begitu menyakitkan dan ngilu
tapi aku tak mau menyimpan sekam dendam
dalam pedih perih aku berdoa
semoga engkau bahagia


***



 





Wednesday, June 4, 2014

Puisi tentang Bencana Alam

Puisi ini telah dipilih sebagai salah satu "25 Puisi Favorit" dalam lomba cipta puisi 
yang diselenggarakan oleh Poetry Prairie. Bersama sejumlah puisi lain yang lulus seleksi
dari 1.174 puisi yang mengikuti lomba, puisi ini akan dibukukan dalam sebuah 
buku antologi puisi bersama.


Godam Asap Menghantam

Oleh Budianto Sutrisno

Cetar…! Cetar…!
suara cambuk mengguntur dari bentangan langit
memburu dan mengejar pembalak liar
yang mengubah hutan rimbun jadi gurun gundul
dan memijarkan api di lahan gambut
nyala ganasnya datang dan pergi
sesuka hati tanpa permisi

Jika murka cambuk langit diabaikan
berarti akal budi sudah mati
hikmat digantikan laknat
hati beku, mata buta, telinga tuli
tamak harta menjadi penguasa
maka cambuk ’kan menyalak lebih galak
ujungnya bercabang-cabang
setiap cabang menebar kabut asap
ke seantero riau dan sebagian sumatra
bahkan melanglang sampai ke negeri jiran

Kini asap legam itu menggodam kejam
merajam sebelah paru bumi
menebar bala, menyesakkan dada
lebih 17 tahun sudah
rakyat pengap dibekap asap
aku tak bisa terima, aku tak rela
firdaus untaian zamrud
menjelma neraka dunia

Penguasa berganti dengan penguasa
namun semuanya sama saja
miskin akal, serba-tak jelas dan tak tegas
paman guru memberi tahu
selama asap belum menyerbu istana
tak ’kan pernah ada tindakan nyata
yang ada hanya polesan citra

Tuhanku…
kapan godam asap ini berhenti menghantam?
sampai kapan rakyat mampu bertahan?
aku memohon
selamatkan hutan kami dari api jahanam!


***











 

Puisi tentang Cinta dan Kerinduan

Puisi ini merupakan salah satu dari "150 Puisi Pilihan" hasil seleksi juri lomba cipta puisi
 yang diselenggarakan oleh Poetry Prairie. Seluruh puisi pilihan ini akan dibukukan.
Para juri harus menentukan pilihannya atas 1.174 puisi yang dikirimkan peserta.

 

Kala Lila Bersua Jingga

Oleh Budianto Sutrisno

Senja itu…
kulangkahkan kakiku perlahan
mencumbu mesra hamparan pasir putih
tanpa noda, tanpa cela
jejak tapakku menjadi saksi kelu
moleknya bibir pantai sarat pesona
dayu merayu lidahku ’tuk bergerak dalam decak
menari dalam melodi puja-puji
bagimu wahai jimbaran, pantai menawan

Kulihat ombak bergulung, berderai agung
pecah membuncah, membasuh hati mendung
membasahi kaki, menyejukkan jiwa
sampai ke ujung relung

Kutatap wajah langit di cakrawala nun di sana
pipinya membias rona jingga
menyambut kehadiran
titian bidadari dalam lengkung warna-warni
jantungku berpacu dalam detak
mulutku terkurung kerudung pesona nirteriak
mataku saksikan rona lila bianglala
 bersua semburat jingga langit
bak sepasang kekasih dalam buai asmara
saling bertaut, saling berpagut
berpeluk erat, berdekap rapat
berlilit-belit utas-utas tali rindu
dalam ramu warna padu
menepis rasa ragu

Benakku digelayuti belukar tanya
mungkinkah kubisa mendekapmu erat
bak lila memeluk jingga?
meski bersua sekejap
akar cintaku telanjur kuat menancap
sulur kasihku subur menjulur
kelopak rinduku menebar harum
buah manis sayangku nikmat dicecap
kenangan indahnya abadi terpahat

Walau kini kau bukan milikku
sekali biduk cintaku berlabuh di dermaga teduhmu
hatiku selalu lekat tertambat di hatimu


        ***