Sunday, December 15, 2024

SOS dari Rimba Indonesia: Ketika Puspa dan Satwa Langka Negeri Ini Mempertaruhkan Nasib

Sumber foto: pinterest.com, unsplash.com, liputan6.com, bulelengkab.go.id, pngtree.com, Sobat Kom, 
Harian Metro, Betahita

Indonesia, sebagai negeri yang terdiri dari beribu pulau, dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling kaya di dunia. Berkat Tuhan begitu melimpah pada tanah air kita tercinta. Namun demikian, sadarkah kita bahwa keberadaan sejumlah spesies puspa dan satwa endemik Indonesia kini nasibnya seperti telur di ujung tanduk?

Tulisan ini merupakan respons penulis terhadap lomba menulis dari Forum Bumi yang diselenggarakan Yayasan KEHATI dan National Geographic Indonesia.

Di ambang kepunahan

Terjadinya pemanasan global, perubahan iklim secara ekstrem, kerusakan habitat, dan aktivitas manusia yang melakukan pembalakan liar, dan membakar hutan untuk membuka lahan perkebunan, telah mengancam kelestarian puspa dan satwa langka di negeri ini.

Sebut saja bunga bangkai (Amorphophallus titanum) dan Rafflesia arnoldii—dua bunga raksasa endemik Sumatra—kini terancam kelestariannya akibat pembalakan liar dan perubahan habitat. Perlu diketahui bahwa siklus kedua tanaman ini untuk berbunga itu memerlukan waktu 2-3 tahun sekali. Dengan demikian, regenerasi kedua bunga langka ini makin sulit terjadi di alam liar. Jikalau punah, kisah keberadaan bunga raksasa ini hanya tinggal sejarah bagi anak cucu kita. Sesuatu yang sangat disayangkan!

Sementara itu, anggrek hitam (Coelogyne pandurata)—yang menjadi maskot Provinsi Kalimantan Timur—juga menghadapi ancaman bahaya besar. Eksploitasi besar-besaran untuk kepentingan komersial, telah menyebabkan flora langka ini berada di ambang kepunahan. Anggrek langka ini dikenal dengan keindahan mahkota bunganya yang berwarna hijau dengan bibir hitam mengilap. Keeksotisannya sering kali menjadi bahan buruan para kolektor. Perburuan secara  liar yang tak terkendali, menyebabkan bunga langka ini terancam punah.

Di lain pihak, kantong semar (Nepenthes)—tumbuhan karnivora asli Indonesia—mengalami nasib yang serupa. Bayangkan betapa kayanya negeri kita! Dari sekitar 100 spesies yang ada di dunia, 64 spesies kantong semar tumbuh di Indonesia. Namun sungguh amat disayangkan, konversi lahan dan perubahan iklim ekstrem telah menghancurkan habitat utama alaminya, yakni kawasan hutan di dataran rendah.                                                                                                                                                                                                                Dari dunia puspa, kita beralih ke dunia satwa. Dari kawasan Banten, muncul tanda peringatan SOS untuk badak jawa (Rhinoceros sondaicus). Badak bercula satu ini merupakan salah satu satwa langka di dunia. Diperkirakan populasinya hanya tersisa 74 ekor di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. Culanya menjadi bahan buruan para pemburu liar yang hanya mementingkan keuntungan sesaat. Perburuan liar ini menjadi masalah utama yang mengancam keberlangsungan hidup spesies yang sangat langka ini.

Bendera SOS juga dikibarkan di Sulawesi. Babirusa (Babyrousa babyrussa)—hewan endemik Sulawesi—menghadapi ancaman kepunahan yang serius. Ancaman kepunahan ini berasal dari perburuan liar dan fragmentasi   yang membuat habitat asli babirusa makin sempit dan terisolasi satu sama lain. Fragmentasi habitat ini terjadi karena pembukaan lahan untuk pertanian atau permukiman. di samping itu, pembuatan infrastruktur jalan, bendungan, konversi hutan menjadi area komersial, ikut memperparah ancaman kepunahan.

Fragmentasi habitat menyebabkan habitat asli babirusa makin sempit dan membuat satwa ini terisolasi satu sama lain. Ketika fragmentasi habitat terjadi, area babirusa untuk mencari makanan dan berkembang biak menjadi makin berkurang. Terbatasnya ruang gerak antarpopulasi menyebabkan terjadinya perkawinan sedarah, yang mengakibatkan kualitas keturunan merosot. Lebih jauh, fragmentasi habitat dapat menyebabkan terjadinya kerentanan terhadap predator dan pemburu, karena area perburuan makin terbuka.

Nasib yang sama dialami oleh anoa (Bubalus spp.) yang juga merupakan satwa endemik Sulawesi. Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN), anoa termasuk dalam daftar merah sebagai spesies yang terancam punah. Perburuan dan konversi hutan menjadi lahan pertanian dan pemukiman, mengakibatkan populasinya makin menyusut.

Kini kita berjalan ke arah timur, yakni ke tanah Papua. Di sini, unggas simbol keindahan Papua—burung cendrawasih (Paradisaea)—juga tak luput dari kondisi kritis. Sebagian besar dari 39 spesies yang ada terancam punah karena perburuan liar. Keindahan bulu-bulunya telah memikat para pemburu untuk menangkap satwa cantik ini. Ancaman kepunahannya diperparah dengan maraknya pembalakan liar. Pesona keindahan unggas yang spektakuler ini mungkin akan tinggal kenangan jika pmrintah tak mengusahakan upaya serius untuk melestarikannya.

Perubahan iklim dan pemanasan global

Perubahan iklim ekstrem dan pemanasan global sungguh membuat pukulan telak bagi keanekaragaman hayati di Indonesia. Kedua fenomena tersebut telah mengakibatkan dampak negatif yang serius.

Tak pelak, siklus musim hujan dan kemarau yang tak teratur dan tak dapat diprediksi, ikut memengaruhi siklus reproduksi aneka puspa dan satwa. Proses pembentukan bunga, penyerbukan, dan pembuahan pada tumbuh-tumbuhan, mengalami gangguan. Sementara, pada hewan, terjadi kesulitan dalam penyesuaian waktu untuk berkembang biak.

Fenomena naiknya permukaan air laut—yang disebabkan oleh mencairnya es di Kutub—juga memberikan dampak negatif. Hal ini telah mengancam ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang menjadi habitat bagi sejumlah spesies endemik. Kalau habitat tenggelam, bagaimana mungkin spesies ini dapat bertahan hidup? Di samping itu, intrusi air laut juga memegang andil dalam merusak kesuburan tanah di kawasan pesisir. Terkait dengan hal ini, penulis sangat mendukung rencana pemerintah untuk membangun giant sea wall di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Terjadinya perubahan suhu dan kelembapan telah mengubah karakteristik habitat alami sejumlah spesies. Degradasi habitat ini memaksa sejumlah spesies untuk beradaptasi atau melakukan migrasi. Masalahnya, terdapat sejumlah spesies yang tak mampu beradaptasi, sehingga terancam punah.

Perubahan iklim ekstrem ini mengakibatkan gangguan keseimbangan rantai makanan. Gangguan ini berujung pada kurangnya pasokan makanan, sehingga menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup berbagai jenis spesies.

Upaya pelestarian

Ancaman kepunahan sejumlah puspa dan satwa langka sudah berada di depan mata. Untuk menghadapi ancaman bahaya yang serius dan masif ini, diperlukan berbagai upaya pelestarian yang sangat mendesak untuk dilakukan.                                                                        

Menurut hemat penulis, terdapat sejumlah langkah penting yang perlu dilakukan secara sistematis. Langkah pertama, berupa penguatan regulasi dan penegakan hukum. Pemerintah perlu memperketat upaya pengawasan dan pemberian sanksi tegas terhadap pelaku kejahatan lingkungan. Tindak kejahatan lingkungan ini terutama terkait dengan perburuan liar dan perdagangan ilegal puspa dan satwa langka.       

Langkah kedua, berupa upaya konservasi secara in-situ dan ex-situ. Program konservasi ex-situ—pembiakan dalam penangkaran—perlu digalakkan sembari tetap mempertahankan dan merestorasi habitat alami (in-situ) sejumlah spesies langka yang terancam punah. Salah satu usaha penangkaran yang berhasil adalah upaya pelestarian jalak bali. Selain itu, sejumlah pusat rehabilitasi dan penangkaran orangutan di Sumatra dan Kalimantan juga telah berhasil mengembalikan sejumlah satwa ini ke habitat aslinya. Upaya seperti ini patut diapresiasi dan ditularkan kepada masyarakat luas.

Dalam kaitan dengan upaya konservasi ini, izinkanlah penulis mengutip presentasi Rheza Maulana, S.T., M.Si. yang bertajuk ”Keanekaragaman Hayati Indonesia: Tantangan dan Upaya Pelestarian”. Di sini Rheza menyatakan, ”Puspa dan satwa yang beraneka ragam adalah kesatuan komponen alam dengan peran ekologis. Menyayangi mereka adalah dengan cara membiarkan mereka menjalankan perannya di alam.” Memang, kalau bukan kita sendiri yang peduli terhadap pelestarian puspa dan satwa langka Indonesia, lantas siapa?

Langkah ketiga, merupakan langkah yang diimplementasikan dalam bentuk pemberian edukasi dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintah, melalui Kementerian Lingkungan Hidup, perlu memberikan pendidikan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat lokal. Upaya ini merupakan upaya yang sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar dapat ikut berperan serta dalam pelestarian lingkungan.           

Wujud edukasi ini dapat diterapkan dalam kampanye untuk menggerakkan masyarakat agar berperan aktif memelihara kelestarian lingkungan atau memberikan donasi kepada organisasi pelestarian lingkungan. Di samping itu, perlu dibangun pula kesadaran masyarakat untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Upaya mengembangkan energi terbarukan juga merupakan langkah yang tepat untuk menunjang pelestarian lingkungan.

Di samping itu, masyarakat dapat berperan dalam memilih gaya hidup yang bijak, yakni tidak mengonsumsi produk yang berasal dari spesies yang terancam punah. Kesadaran semacam ini dapat disebarluaskan melalui berbagai media massa. Tak kurang pentingnya adalah mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam menanam pohon dan melakukan restorasi habitat.

Kesimpulan

Ancaman kepunahan keanekaragaman hayati Indonesia adalah fakta nyata. Ancaman ini bukanlah sekadar perihal masalah lingkungan, melainkan juga terkait dengan warisan budaya dan identitas bangsa. Jika spesies-spesies puspa dan satwa langka kita punah, tak terhitung lagi besarnya kerugian bagi Indonesia dan bagi dunia. Kekayaan puspa dan satwa langka ini tak tergantikan oleh apa pun juga.

Untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati Indonesia, diperlukan komitmen dan tindakan nyata dari semua pihak yang terkait—pemerintah, organisasi lingkungan hidup, sektor swasta, dan masyarakat umum. Waktu sudah makin mendesak seiring dengan terjadinya perubahan iklim ekstrem dan pemanasan global, sehingga setiap upaya pelestarian yang kita lakukan hari ini, akan menentukan nasib generasi Indonesia mendatang.

Sebelum terlambat dan menjadikan puspa dan satwa langka Indonesia hanya kepingan catatan sejarah, mari kita bersama-sama menjaga warisan kekayaan alam yang tak ternilai ini. Masa depan keanekaragaman hayati Indonesia berada di tangan kita semua. Sekali lagi, bertindaklah sekarang juga sebelum semuanya terlambat!

                                                                                 *****