Puisi berikut ini sudah saya tuliskan kira-kira 3 bulan yang lalu. Saya mencoba melakukan prediksi pilpres melalui sebuah puisi bergenre satire.
Kiranya kisah Togog ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk hidup lebih arif dan tidak tamak.
Selamat menikmati!
Togog Berahi Takhta
Oleh Budianto Sutrisno
Malam
itu langit bertabur kerlip ceria bintang
purnama
pun sunggingkan senyum kilau emasnya tapi
siapa nyana…
mendadak
semuanya terselubung tabir awan jelaga kelam
kawanan
kelelawar pun riuh gaduh terbang serabutan
suasana
semakin mencekam
aum
seram mencabik angkasa malam
sosok
togog semburkan api dendam dan penasaran
tak
kunjung rela sejak kalah tanding pilih penguasa istana dewa
gagal
telan gunung jamurdipa hingga bibirnya dower luar biasa
tapi
sampai musim sirih berbuah semangka, dia tak bakal jera jua
berahi
takhtanya terus berkobar membakar jiwa
Kulihat
mulut togog menganga lebar, hendak menelan takhta raja
napasnya
seruakkan sengat bau tuak
geram
suaranya beri aba-aba gebu serbu kepada begundalnya
guncangkan
dada dan pekakkan telinga
lampu
kristal istana terguncang dan jatuh menimpa tempurung kepalaku
aduh…
aku pun terjaga dari mimpi burukku
jantungku
serasa copot, napasku memburu
Bangun
dan tenangkan hatimu, nak
suara
kakek bak semilir angin yang menyejukkan
tangannya
lembut mengelus bahuku
ujarnya
tegas tanpa ragu
togog
cuma mantan dewa gagal dan bebal
terseok
melata dalam lorong delusi menyarat kabut
jangan
pernah takut kepada ular kadut kisut
garis
takdir telah mengukir jalan hidupnya
dibuang
dari junggring seloka, ditendang di bumi marcapada
***